Jujur, selama jadi mahasiswa, sekarang juga masih mahasiswa sii,, yang namanya ikut aksi turun ke jalan, ke luar kampus, belum pernah sama sekali. Dasarnya ga gaul sampe ke BEM Fakultas apalagi BEM Universitas. Antara ga PD, ngerasa ga punya kemampuan kaya temen-temen yang,, apa ya, "aura aktivis"nya keliatan, atau yang asli kritis. Aksi seumur-umur, waktu nolak UKT naik, di dalam kampus sendiri.
Tapi bukan berarti ga suka aksi. Dukung malah. Pingin si,, sesekali ikut. Plus nambah wawasan juga terutama lebih tau dengan apa yang lagi jadi tuntutan. Jadinya, selama ini cuma update info dari sosial medianya BEM Universitas atau BEM SI (Seluruh Indonesia). Ga pernah mau ketinggalan, Walaupun 'belum' ngerti banyak. Sekarang cuma bisa retweet atau ngeshare ulang info yang mereka update.
Pun diri sendiri ga benci atau ga suka dengan Aksi Mahasiswa,, "orang lain ga terlalu mendukung" juga ga pernah kepikiran sama aku. Dulu sempet si, "dibilangin", katanya jangan keprovokasi,, akunya cuma bales "Engga ko,, itu bukan upaya provokasi" selebihnya diem. "Udah lah, ga usah ditanggepin", pikirku.
Tapi sekarang, akhirnya ngerasain sendiri. Cuma ngeshare tulisan Mahasiswa Baru Kemarin Sore dari Depok di grup Whatsapp. Eh, dapet tanggepannya,,,
Ini link Facebook BEM UNJ. Tempat ngikutin info aksi 20 Oktober, 2 tahun kepemimpinan Jokowi-JK, menagih Nawacita. Tapi tulisan lengkap itu ga ada, karena dipotong-potong untuk beberapa postingan. Ga papa kali ya,, aku share..
Kemarin, 20 Oktober 2016. Kembali barisan para mahasiswa menulis catatan sejarah, bertepatan dengan momentum 2 tahun kepemimpinan Jokowi-JK, aliansi dari BEM SI menyatakan sikap, menagih janji dan mengemukakan pendapatnya terhadap rezim yang sedang berkuasa saat ini.
Banyak terjadi blunder politik yang dilakukan Jokowi dan JK, hal ini pula menyebabkan terciptanya ungkapan "Presiden Tergagal".
Bersyukur, Alhamdulillah, Allah masih gabungkan saya dengan barisan para pejuang - pejuang dan penyambung lidah rakyat, Mahasiswa. Terlihat wajah dari berbagai macam suku dan ras di Indonesia ini dan menandakan pula bahwasanya persoalan yang dihadapi Bangsa ini bukan masalah kecil, ini masalah bersama, ini masalah kita, Bangsa Indonesia. Kagum dengan mereka yang tergabung dalam satuan aksi BEM SI, nampak militan namun bukan ekstrimis, terlihat jelas wajah - wajah Nasionalis dan darah juang mengalir di dalam diri mereka. Mengensampingkan perbedaan warna almamater dan status kampus masing - masing demi Negeri tercinta ini. Indonesia.
Jujur, ini adalah aksi skala Nasional pertama yang saya ikut turut ambil bagian didalamnya, saya merasakan betul bagaimana hangat nya aspal jalanan menyambut, teriknya matahari yang hampir saja membuat saya berfikir dua kali untuk turun aksi, namun semangat perjuangan tiba - tiba masuk kedalam diri ini tatkala saya melihat masa aksi yang sudah lebih dahulu hadir di lokasi menyambut dengan pekikan hangat #HidupMahasiswa kepada masa aksi yang baru bisa bergabung dengan masa aksi dari BEM SI sekitar jam 16.00 WIB(Waktu Indonesia Berjuang), keadaan semakin memanas ketika masa aksi BEM SI mencoba merangsak masuk untuk lebih dekat ke gerbang Istana, sempat terjadi aksi saling dorong dan insiden pemukulan mahasiswa oleh polisi, aneh aja, polisi yang disubsidi oleh uang rakyat justru malah menyakiti dan mencederai rakyat...
Satu pernyataan sebelum masa aksi berakhir yang dilontarkan dari Bang Fajri selaku korlap Aksi Nasional kemarin "Kayaknya reformasi jilid 2 harus bener - bener terjadi nih temen temen" diatas mobil sound, dan dengan suara yang sangat meyakinkan, bukan tanpa alasan Bang Fajri bilang seperti itu, tidak adanya itikad baik dari pihak istana sendiri lah yang memicu keluarnya pernyataan tersebut.
Singkat cerita, berakhirlah aksi nasional hari itu, berakhir dengan penuh kekecewaan, hari itu Pak Presiden yang katanya "Presiden Rakyat" malah enggan menemui rakyatnya sendiri, Mahasiswa.
Dan aksi hari itu di akhiri dengan upacara pemakaman foto Jokowi dan JK sembari menyanyikan lagu "Mengheningkan Cipta" sebagai tanda bahwasanya telah MATI hati nurani Pak Presiden kita, telah gagal Presiden kita dalam menepati janji janji manis Nawacita.
Belum lagi kekecewaan terhadap tanggapan - tanggapan negatif orang sekitar yang di tujukan kepada para mahasiswa, mereka menganggap remeh dan menganggap bahwasanya pergerakan Mahasiswa ini tidak penting dan membuang buang waktu serta energi, bahkan makian dan ucapan sinis terucap dari lisan orang - orang yang ngakunya sebagai mahasiswa.
"Ngapain aksi coba? Buang buang tenaga aja"
Kalau ada temen kalian yang dari mulutnya keluar kata kata seperti di atas, berarti kita sama.
Teman, tenaga dan energi yang kami buang dan kami dedikasikan kepada rakyat ini belum ada apa apanya, bahkan ibarat masih seujung kuku, dibandingkan dengan penderitaan rakyat kecil yang hidupnya susah karena di tindas kebijakan - kebijakan rezim pemerintahan...
"Halah, kerjaannya nuntut mulu, dikira presiden kerjaannya satu doang kali, liat dong udah banyak kok kebijakan kebijkan presiden yang mensejahterakan.."
Ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, dia belum terbuka wawasan kebangsaannya, belum tau apa yang di alami bangsanya saat ini, menganggap kinerja presiden baik baik saja. Dan kemungkinan kedua, dia fans fanatik rezim penguasa.
"Presiden juga manusia, pasti pernah salah... Toh juga masih ada 3 tahun lagi masa jabatannya, terlalu cepet kalo kalian bilang jokowi gagal"
Betul, memang pak presiden kita juga sama seperti kita, sama - sama manusia. Yang membedakan hanya treatment media saja, kalau kalian bilang terlalu cepat untuk kami mengatakan bahwa Jokowi dan JK telah gagal, lantas kapan waktu yang tepat untuk kami mengatakan mereka telah gagal? Sampai masa jabatannya berkahir? Keburu hancur Negeri Ini!!!
"Ahh sok ngerti politik lu"
Bukan sok ngerti, tapi emang kepengin ngerti, biar gak gampang dibodohi sama rezim penguasa, karena buta yang terburuk adalah buta politik.
"Hahaha dapet apaan sih lu ikut aksi?"
Memang kami tidak mendapatkan apa - apa, teman. Dan kami pun tidak mengharapkan untuk dapat sesuatu yang bersifat imbalan, niat hati kami ikhlas, berjuang untuk mengedepankan kepentingan rakyat, bukan kepentingan korporasi atau pemilik modal.
Untuk kalian rekan-rekan mahasiswa seperjuangan, inilah jalan para pejuang, banyak rintangannya dibanding mulusnya, banyak sedihnya dibanding senangnya, banyak musuhnya dibanding temannya.
Kekecewaan pun tak berhenti sampai disitu, karena pagi ini media tak ada yang menjadikan aksi nasional sebagai headline news besar, adapun media yang memasukan aksi nasional kedalam headline news nya tak jauh jauh dari tagline berita :
"Aksi Mahasiswa berjalan ricuh dan anarkis"
Imbalan apa yang telah kau dapat wahai media? Kau fitnah pergerakan mahasiswa dengan tuduhan keji dan kotor.
"Ratusan mahasiswa kepung istana"
Dulu ketika kalian sekolah berapa nilai raport pelajaran matematika kalian wahai para awak media? Ribuan namun kalian bilang ratusan.
Seperti yang saya singgung diatas, bahwasanya yang membedakan kita dengan rezim penguasa adalah treatment media.
Media seolah-olah telah dibeli dan dijadikan alat untuk 'membersihkan' nama rezim penguasa yang telah kotor dan hina.
Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan, ternyata dijalan ini lebih banyak rintangan, cacian, fitnah dan tuduhan - tuduhan kotor lainnya. Jadi, biasakanlah diri kalian rekan - rekan.
Karena, selagi masih jadi mahasiswa, selagi masih muda, selagi masih semangat dan selama darah juang ini masih mengalir di dalam tubuh, SERUKANLAH KEBENARAN! LAWAN LAH KEBATILAN SERTA KEZALIMAN REZIM PENGUASA.
HIDUP MAHASISWA!!!
HIDUP RAKYAT INDONESIA!!!
#JokowiSombong
#PresidenHilang
Oleh, Mahasiswa Baru Kemarin Sore.
Depok, 21 Oktober 2016
Aku,, dapet tanggepannya,,, ya, intinya,, "Kalau saya sih, mending bekerja lah. Bekerja, usaha, ibadah, sedekah. Untuk pemimpin, baru 2 tahun, dan banyak gebrakan yang dibuat sama Presiden.
Dukung pemerintah, bantu doa, awasi kinerja, tak perlu demo ke Presiden. Toh, Presiden sudah bekerja semampunya.
Mau siapa pun presidennya, kalo kita pribadi gak bekerja, yah gak bisa beli makan sendiri.
Jangan kebanyakan mengkritik, menilai orang, berharap lebih dari orang lain. Tapi harapkan diri sendiri untuk bisa lebih berkontribusi. #sedikitopini", katanya.
Opini seperti itu ga salah. Aku ga pernah mau nyalahin orang. Soalnya kalau ada yang salah, ya aku juga salah. Dan aku harap kalian membaca "kejengkelanku" dibawah ini, tolong jangan mikir karena tanggepan yang itu aja.. Karena temen-temen mahasiswa juga ga sedikit yang dapet tanggepan sama.
Maaf. Sekali lagi aku minta maaf. Aku bukan orang suci. Sok bijak dan sok suci, terserah kalian mau sebut apa. Tapi aku harap aku dianggap sebagai anak kecil yang sedang mengungkapkan kekesalannya karena keluhannya ga didengerin sama "mama papa".
Terserah kalian mau menganggap apa demo buruh, sopir taksi, atau petani dimata kalian. Tapi mahasiswa menyandang status "mahasiswa" bukan buat pamer dipandang kalangan terpelajar. Status mahasiswa itu yang menuntut kami agar tak asal demo. Kami mengkaji. Mengkaji bukan 1 minggu sebelum demo kurasa. Kami memperhatikan kemana kaki pemerintah melangkah dari awal mereka memimpin. Mana yang diinjak. Mana yang dituju. Apa tujuan dan pertimbangannya.
Ketika kita sudah mengawasi kinerjanya, ketika ada yang tak dijalurnya, apa kami tak protes? Apa kami tak menegur? Apa lantas kemudian kami diam? Jahat sekali. Kalau didiamkan kemudian Indonesia hancur, salah siapa? Kalau bukan mahasiswa, jembatan antara masyarakat dan pemerintahan yang protes, lantas siapa?
Apa kita harus diam? Kenapa takut protes? Kenapa takut mengkritik? Atau bukan takut, tapi tak peduli. Selama diri masih aman, bisa makan, bisa tidur di kasur yang empuk, mana mau capek-capek turun ke jalan.
Teman-temanku mahasiswa melakukan aksi berbekal kitab mereka, data, pena, dan suara. Tak ada bambu ataupun rotan. Tapi yang mahasiswa dapat? kepala teman kami bocor kena pukul rotan oleh polisi.
Media bungkam! Boro-boro jadiin Aksi Mahasiswa headline news,, berita tak sesuai kenyataan lah yang keluar. Media sudah tak lagi netral. Media sudah berpihak.
Kejahatan paling,, kejam, tak bisa dimaafkan,, bagiku,, adalah ketika hak suara dibungkam! Atau, kritik sedikit dicekal? Tak ada lagi tempat agar suara rakyat didengar! Tak ada lagi yang mau menyerukan suara rakyat! Tak ada! Tak ada yang peduli ketika ada yang teriak dijalan karena takut terlibat. Karena takut kehidupan aman, damai, dan tentramnya selama ini terusik. Tak mau terlibat karena takut tak bisa makan besok.
Maaf, tapi jujur, aku jengkel, kesal. Sakit, ketika tak ada yang mau menolong rakyat yang sedang didzalimi. Tak ada yang peduli. Semua jadi boneka. Disetir. Diatur. Agar tak ada yang mengkritik.
Masyarakat makin berilmu. Yang sekolah sampai perguruan tinggi makin banyak. Bahkan sampai ke luar negeri. Tapi hati nuraninya, MATI!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar