Blogger Widgets

Jumat, 01 Januari 2016

Review 2015

Ketika kubuka buku diariku untuk melihat apa yang telah aku lakukan selama satu tahun di 2015, sedikit terkejut. Karena ternyata awal tahunku di 2015 dimulai dari buku diari satu jilid sebelumnya. Ternyata banyak hal yang sudah kulalui.

Tentang Januari, aku mulai dari cerita di HIMA Bahasa Jepang. Kami melaksanakan evaluasi akhir kepengurusan secara internal di Depok. Mendapat satu pelajaran dari teman, atau lebih tepatnya dia mendapat pelajaran setelah membaca sebuah buku. “Yang orang inginkan dari kita bukanlah materi, tetapi waktu. Waktu agar kita bisa menjadi bagian dari cerita hidupnya” kira-kira seperti itulah. Dan pesan itulah yang membuat dia yang awalnya memutuskan tidak akan bergabung di evaluasi karena agenda bersama teman-temannya yang lain, akhirnya melangkahkan kaki keluar rumah bergabung bersama kami berangkat ke Depok. Sementara untuk evaluasi di Biro Kestari, mungkin Biro Kestari yang paling banyak mendapat evaluasi, tapi terima kasih untuk teman-teman HIMA yang peduli pada Kestari, peduli pada HIMA. Untuk satu tahun kepengurusan di HIMA, banyak hal telah kulalui bersama teman-teman BPH. Entahlah, tapi dengan saat ini aku menulis entri ini aku lebih merasakan perjuangan yang kemarin kami lalui. Ketua kami bahkan menangis. Akupun sadar banyak kesalahan dan mungkin kedzaliman yang aku perbuat selama mengemban amanah sebagai Kepala Biro Kestari. Rasanya sampai detik ini pun aku ingin meminta maaf kepada teman-teman atas semua perbuatan jahatku. Dan terima kasih, tidak hanya untuk teman-teman BPH, tapi juga semua pengurus HIMA 2014-2015, dosen kemahasiswaan kami, seluruh dosen jurusan bahasa Jepang termasuk dosen pembimbing akademikku, semua keluarga jurusan bahasa Jepang dari angkatan pertama sampai adik-adik kami yang paling kecil, atas dukungan, sokongan dan doa hingga akhirnya kami mampu melalui masa kepengurusan satu tahun yang merupakan amanah yang tak ringan, tanggung jawab yang sangatlah besar. Secara umum, aku dan 10 orang teman-teman BPH berharap HIMA tahun berikutnya akan jauh lebih baik dari HIMA kepengurusan kami.

Selain cerita tentang HIMA, di Januari aku memutuskan untuk belajar di Forum Bidikmisi UNJ (FBM UNJ). Setelah seleksi, wawancara, aku diberi amanah sebagai staff di Divisi Hubungan Masyarakat (HUMAS). Salah seorang senior berpesan, “jangan berpikir apa yang bisa kau dapatkan dari FBM, tetapi apa yang bisa kau berikan untuk FBM”. Di bulan itupun salah satu program kerja Divisi HUMAS dilaksanakan dan kembali berkutat dengan arsip, aku melaksanakan tugas sebagai sekretaris dalam kegiatan Sosialisasi Bidikmisi. Mengerjakan LPJ kegiatan yang ini dan yang itu sebagai akhir kesempatan belajar di HIMA sebagai kepala biro, dan proposal untuk kegiatan di FBM menjadi bukti dimulainya pembelajaran di organisasi tingkat kampus.

Seperti tahun-tahun sebelumnya, hujan yang mengancam Jakarta pun turun kembali di bulan Januari. Aku sempat kesal karena teman-teman kelas yang dimataku terlihat berusaha menjadikan hujan sebagai alasan agar mata kuliah hari tersebut ditiadakan. Aku memang sempat bersuara, bersyukur itu bukan awal konflik diantara kami. Sebenarnya kondisi setiap mahasiswa terkait daerah tempat tinggalnya masing-masing perlu dimengerti. Bahwa tidak semua mahasiswa bisa dengan mudah menembus banjir. Hanya saja dengan sikap yang benar ketika ingin mengutarakan kondisi pribadi bukan malah menjadi provokator untuk mahasiswa lain.



Destinasi dalam perjalanan Kuliah Kerja Nyata (KKL) 2015 diputuskan di bulan Februari. Biaya yang tidak semua mahasiswa mampu melunasinya dalam hitungan hari. Panitiapun terasa akan menanggung beban yang lebih berat daripada yang seharusnya karena terdengar pendapat dari banyak orang tentang panitia yang telah terbentuk. Sebagian besar panitia bukan anak yang sudah terbiasa berkutat dalam kepanitiaan suatu kegiatan. Itu menjadi alasan beberapa anak untuk berujar bahwa mereka khawatir dengan kepanitiaan KKL. Lain lagi tentang keputusan berkunjung ke Provinsi Bali yang bagiku mahasiswa mengedapan ego tanpa melihat siapa yang sebenarnya mereka turut bawa, dengan kata lain tak hanya mahasiswa, peserta KKL, yang semua masih berkepala dua, tetapi juga ada dosen yang kita tidak tahu keadaan beliau sebenarnya. Hingga akhirnya melalui diskusi panjang, suara palu terdengar dengan hasil akhir Bali sebagai tempat yang akan dikunjungi.



Lawanlah kejahatan. Jika kau mati karenanya maka kau mati syahid. Itu salah satu yang aku pelajari di bulan ketiga 2015. Rasulullah SAW. mendidik kaumnya untuk menjadi kaum pemberani. Berani membela agama. Berani membela kebaikan. Berani melawan tindak kejahatan. Berani membela hak milik. Berita tentang begal adalah berita paling hangat ketika itu. Masyarakat termasuk akupun menjadi lebih waspada ketika keluar rumah di malam hari berkat media yang tak pernah lelah memberitakannya untuk masyarakat.

Mengenai aktifitas di organisasi, bulan Maret menjadi bulan persiapan melaksanakan salah satu program Divisi HUMAS, Explore Bidikmisi. Salah satu rapat membuatku merasakan perbedaan antara bersosialisasi di dalam rumah (jurusan Bahasa Jepang) dengan di luar rumah. Perbincangan mengenai tokoh dunia menjadi salah satu topik yang belum pernah aku temui selama aku beraktifitas bersama teman-teman jurusan. Dunia ini luas. Masih banyak hal yang belum kita ketahui. Dan aku bersyukur aku memiliki teman-teman di luar rumah. Ketika itu pun aku berpikir mungkinkah aku ada di zona nyaman? Jawabannya mungkin “tidak”. Aku hanya pandai bersyukur. Hanya karena itu. selalu menyebut namaNya ketika sakit mendera sehingga sakit itu tak terasa. Indonesia punya banyak masalah. Dari mereka yang ada di atas sampai yang di bawah. Carut-marut, hanya bisa menancapkan pisau belati di hati warganya. Tetapi kenapa masih disini? Karena tidak bisa pergi kemanapun. Aku pikir itu jawabannya tetapi meskipun bisa pergi, tidak hanya aku, mungkin kalian juga akan memilih untuk tetap disini. Percayalah, karena kalian cinta Indonesia. Satu hal lagi tentang FBM. Selama menjalani persiapan kegiatan Explore Bidikmisi, satu masalah yang mungkin dimata kalian juga fatal, panitia jarang mengadakan rapat atau sekedar berkumpul karena jadwal yang tak sesuai. Aku hanya bertanya pada teman-teman pengurus, apakah kalian tahu artinya menjadi salah satu pejuang di FBM? Forum Bidikmisi berbeda dengan BEMJ. Forum Bidikmisi menaungi para mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi se-universitas, yang artinya pengurusnya berasal dari seluruh fakultas yang ada di UNJ. Yang artinya jadwal kuliahnya berbeda-beda. Jika tak menyanggupi berkumpul atau rapat di akhir pekan bagaimana kepanitiaan berjalan? Di hari kerja pun kalian tak menyanggupi jam-jam sore karena kemungkinan besar rapat akan ditutup pada malam hari. Aku pikir kalian bergabung dengan FBM karena telah paham dengan konsekuensi akhir pekan yang dilalui dengan rapat.

Kalau untuk cerita menariknya ada di lapangan tembak Yoniv Mekanis 201/JY. Peserta upgrading FBM diberi kesempatan mencicipi rasanya naik panser atau mobil amfibi, menembak sasaran, yakni balon, dengan senjata laras panjang setelah diisi 3 amunisi.

Sementara dari perjalanan menyusuri dunia maya, ada beberapa hal yang aku pelajari dan aku suka. Salah satunya tulisan seorang motivator yang terkenal di Indonesia, “tidak ada kritik yang membangun”. Beras yang diberi banyak kritik akan cepat rusak dan membusuk, sementara beras yang diberi pujian atau apresiasi akan tetap putih. Kira-kira seperti itu. Dari situlah aku berpikir, mungkin ini salah satu kesalahan di HIMA 2014-2015. Kami, BPH dan anak-anak 2012, terlalu banyak mengkritik.

Satu hal lagi yang aku katakan ketika aku ada di bulan ini, “Aku tak suka wanita”. Mungkin lebih tepat kalau aku sebut ‘cewek’. Karena mereka lemah dan bodoh. “Hei! Kau pikir kau bukan salah satu dari mereka?”, mungkin kalian akan berujar seperti itu. Aku katakan aku benci bukan berarti aku kuat dan tidak bodoh.

Terakhir untuk bulan ini, “Untukmu agamamu, untukku agamaku. Islam agama yang paling benar. Dan aku percaya itu. Aku yakin agamaku terbaik, karena itu aku memilihnya, dan dengannya aku selamat”.



Di awal bulan April, salah seorang temanku mulai aku anggap rival di salah satu mata kuliah. Aku kembali memikirkan tentang, apa itu rival bagiku. Apa rival baik untukku atau justru buruk untukku? Rasanya aku ingin bertanya padamu, apa arti rival untukmu? Mengenai mata kuliah yang aku maksud, aku berpikir bahwa aku memang benar-benar pemalas terutama berkaitan dengan “membaca buku”. Ditambah lagi, aku merasa tidak mendapatkan pengetahuan dengan cara yang seharusnya, sehingga ketika ilmu disampaikan, ilmu itu hanya lewat di otakku lalu pergi.

Masih dalam masa KKL, di rapat kegiatan Praktek Kebahasaan, aku belajar agar berbicara dengan lebih tertata supaya mereka yang mendengarkan mengerti apa maksudku.

Satu event dari HIMA jurusan bahasa Jepang yang saat itu kepengurusannya dipegang mahasiswa angkatan 2013 dan 2014 adalah Speech dan Kanji Kontes. Hanya satu dua orang dari angkatan 2012 yang mengikuti kompetisi, membuat para dosen gemas dan meminta dengan tegas untuk berpartisipasi. Dan akhirnya aku mengikuti kontes pidato. Kontes dilaksanakan tanggal 12. Pidato berjudul 「母さん、お帰り!」membawaku meraih juara 1 di kompetisi itu. Dan yang mengikuti pengumuman pemenang adalah nyanyian Happy Birthday dari dosen pembimbing akademik serta teman-teman. Hadiah terbaik bisa kubilang. Tapi sepatah kata yang aku katakan saat itu adalah “Maaf, saya belum bisa jadi kakak yang baik untuk kalian”. Mulai hari itu, aku mempersiapkan diri untuk kontes pidato tingkat Jabodetabek di The Japan Foundation, Jakarta. Sebenarnya, kisah yang mengiringi kontes hari itu lebih panjang. Salah satunya, obrolan antar mahasiswa 2012 yang menganggap dosen-dosen lebih memilih mahasiswa 2013. Terlihat dari perlakuan dosen-dosen terhadap KKL berbeda dengan perlakuan dosen-dosen terhadap kontes itu. Dari 5 orang lebih yang saat itu berbincang di jam istirahat hanya aku yang tidak setuju atas anggapan itu. Perdebatan kecil pun ada, tapi aku berusaha menghindari kekeraskepalaanku dan menghindari perdebatan dengan berujar dalam hati “Mungkin mereka lelah dengan kepanitiaan KKL”. Selembar kertas dari buku agendaku yang aku coret dengan ucapan terima kasih untuk dosen, “Sensei memberi feedback. Sensei mengajariku banyak hal. Terima kasih, senseigata. Hontou ni arigatou.” dan “Aku sayang adik-adikku. Maaf ya, aku ga bisa jadi kakak yang baik. Maaf”, menyertaiku hari itu hingga sore menjelang. Dan di malam harinya, ide dari salah satu teman kostku membuatku terkejut karena ulah anak-anak kost. Terima kasih dengan kejutan paling memalukan yang pernah aku terima. Salah satu yang terlupakan mengenai kontes pidato, salah satu teman dekatku membuatku kagum dan belajar darinya. Karena dia rajin dan semangat. Dia selalu mengikuti perlombaan dan mengambil banyak kesempatan. Karena itu aku harus menang di perlombaan tingkat Jabodetabek demi bagiannya juga. Pikirku saat itu.

Dipertengahan bulan April aku sempat berbincang dengan teman terkait kepanitian KKL. Temanku ada di pihak panitia sementara aku, jika boleh aku katakan, aku bukan di pihak siapa-siapa tapi aku berani bilang aku menyalahkan panitia. Aku juga panitia, kalian tahu. Hanya karena satu hal, “Panitia tak mau mengakui kesalahannya”. Andai kata mereka mau mengakui kesalahan, aku yang memang sedari awal tak berniat bergabung menjadi panitia aktif pun akan selalu menerima apapun itu keterbatasan panitia. Yang bisa kulakukan hanya mengkaji (bertanya lebih detail agar tak salah sangka), menyampaikan pendapat, dan berdoa semoga kami diberi kekuatan hingga mata kuliah tersebut selesai.

Akhir April menjadi akhir dari rangkaian kegiatan KKL yakni berkunjung ke Bali. Dari cerita panjang selama satu pekan disana, aku hanya akan menyampaikan hal-hal yang membuatku tertarik. Tari Kecak dan Sendratari Ramayana, lalu Pentas Seni, yang diluar dugaanku, sangat berkesan. Hanya itu yang bisa aku ceritakan karena keterbatasan. Selebihnya, terima kasih teman-teman panitia. Sampai detik ini pun aku senang aku telah diberi kesempatan berkunjung ke tanah kaya akan budaya tersebut.



Bulan Mei, menjadi bulan yang penuh dengan pidato. Bukan karena aku banyak berpidato di bulan ini, tapi karena persiapan sampai pelaksanaan pidato. Pertama, aku ingin minta maaf karena mengecewakan. Aku harap menjadi pembelajaran agar lebih baik. Terima kasih sensei, yang tak pernah lelah mengajariku. Terima kasih untuk dosen-dosen yang lain. Terima kasih teman-teman atas dukungannya.



Semangatku untuk membantu mereka yang serba kekurangan dalam hal pendidikan berkobar di awal Juni setelah mengikuti seminar SM-3T. Semoga kalian pun lolos dalam seleksinya. Amin. Selain seminar, Juni dipenuhi dengan persiapan UAS dan sidang proposal skripsi adalah yang paling mengerikan untukku. Terima kasih. Lalu, micro teaching juga menjadi salah satu menu di bulan Juni. Di pertengahan, Ramadhan menyambut. Aku sudah melalui banyak Ramadhan sampai detik ini. Tapi ketika itu, rasa rindu akan bulan Ramadhan sangat terisa. Beribu terima kasih, aku dipertemukan kembali dengan RamadhanNya. Semoga tahun ini juga.



Hari raya Idul Fitri jatuh di bulan Juli. Entah bagaimana harus mengatakannya. Adikku tumbuh dengan baik. Dan semoga semakin bisa berpikir lebih dewasa. Pikiran itu muncul karena moment lebaran dimana kami berkumpul dengan keluarga besar. Pulang. Mudik. Keluarga besar. Yang artinya kau dilihat oleh mereka, apa perubahan yang ada pada dirimu. Apa yang kau bawa dari dunia luar sana. Apa yang bisa kau tunjukkan dan kau banggakan dihadapan kami. Aku harap kalian mengerti. Rasa sakit, atau mungkin lebih baik jika aku katakan yang sangat disayangkan, ketika mereka tak memberikan kalian kesempatan untuk memperlihatkan semua itu. Mereka hanya menunjukkan raut wajah yang “kenapa kau gunakan ini untuk mengambil buah di dahan pohon yang ada di atas sana, bodoh?! Kau tak mungkin bisa meraihnya!!” Dan kau hanya bisa berujar “Ini caraku” dalam hati. Itu motivasi. Untukmu dan juga untukku. Bagaimana pun kita sudah memilih “ini”. Tak bisa ditukar dengan alat lain. Dengan “ini” kita harus bisa mengambil buah yang ada di atas sana.



Di bulan Agustus, aku sudah ada di Pandeglang, Banten untuk melaksanakan tugas sebagai mahasiswa mengamalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi, Pengabdian Masyarakat. Menjalani satu bulan di desa itu. Akhir perjalanan tersebut bukanlah akhir, tapi awal dari pembelajaran sosialku. Semoga kalian pun bisa menjadi insan bermanfaat untuk lingkungan.



Bulan September, bulannya Praktek Kegiatan Mengajar (PKM) dan persiapan mengikuti pelatihan. Aku masih perlu belajar banyak untuk bisa menjadi guru yang baik. Sangat banyak. Dari suaraku yang kecil, kurangnya persiapan, kurangnya pemahaman tentang teknik atau cara mengajar, dan kurangnya referensi tentang metode pengajaran. Itu untuk PKM. Untuk persiapan pelatihan, pengorbanannya tidak sedikit. Hanya itu yang bisa aku sampaikan. Yang jelas cerita mengenai persiapan pelatihan adalah yang paling banyak aku tulis di buku diari selama bulan September.



Salah satu temanku yang kuliahnya tertinggal menjadi alasanku berani membuang waktuku di sore hingga petang selama beberapa hari di bulan Oktober. Aku yakin dia bisa. Jadi kenapa dia tidak bisa? Itu yang menjadi pertanyaan. Aku ingin tahu caranya belajar, aku ingin aku yang memastikan dengan mata kepalaku sendiri bahwa dia belajar, aku ingin mencobakan berbagai cara agar dia tak tertinggal.
Sementara dari sekolah tempatku menempuh perkuliahan PKM aku tahu dunia maya bukan hanya untuk kau berbagi status. Ada banyak hal yang bisa kau lakukan seperti membuat cerita atau cerpen dan essay, dengan kata lain menjadi seorang blogger. Bisnis online, membaca berita sembari berdiskusi, menulis atau menandatangani petisi, sekolah online dan lain-lain.

Di bulan Oktober ini pula, aku mengikuti seminar. Sang pembicara berpesan bahwa seorang guru pun harus eksis. Satu kegiatan yang telah habis kau laksanakan, tulislah. Bagikan. Berilah ilmu di luar kelas. Pesan-pesan beliau memberiku semangat, meskipun pada akhirnya sekarang aku berhutang banyak tulisan pada kalian. Maafkan hambaMu ini, Ya Allah.

Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa Jurusan (PKMJ) juga menjadi bagian dari bulan Oktober. Satu yang aku sayangkan adalah teman-temanku yang kurang dalam hal berkumpul dengan adik-adik panitia. Karena kecewa dengan kepanitiaan katanya. Entahlah, mungkin karena aku tak terlalu dekat dengan dua angkatan di bawah kami sehingga aku tak tahu duduk perkaranya atau karena hal lain. Selain itu, di PKMJ ini teman-teman grup musik jurusan “merilis” lagu yang mereka buat. Lagu yang kami anggap sebagai hymne HIMA bahasa Jepang.

Suatu malam di Oktober temanku bercerita tentang kekasihnya. Otakku kembali bekerja. Aku bertanya dalam hati “bagaimana jika suamimu kelak bukanlah kekasihmu yang sekarang?”. Menjalin hubungan bertahun-tahun pastilah modalnya tak sedikit, aku tahu. Pulsa untuk selalu menghubungi, waktu untuk bertemu dan bersenang-senang berdua termasuk ongkos untuk menemui sang kekasih, dan uang untuk membelikan hadiah yang dia sukai walau berates-ratus ribu rupiah pun. Teringat pesan dari seorang ustad, setelah aku membaca buku beliau, ingin rasanya aku bilang “daripada buat beli hadiah buat doi ratusan ribu, mending tu duit ente sedekahin. Setelah memberi, minta lah sama Allah jodoh yang ente pingin. Kaya gimana deh, suka-suka ente, minta aja sama Allah.” Pasti sakit jika bukan sang kekasih yang ada disamping ketika akad nikah. Subhanallah. Semoga saudara-saudaraku cepat sadar, bahwa yang kalian lakukan selama ini dengan si dia tak ada manfaatnya. Dia bukan siapa-siapamu. Ingat? Tapi dia menghabiskan waktu dan materimu. Lebih baik kau gunakan uangmu untuk sedekah dan waktumu untuk berdoa.

Dan akhirnya kakiku menginjak tanah Negeri Sakura di akhir Oktober. Sekian.



Terima kasih September. Benar-benar penuh cerita. Aku berusaha untuk menulis lebih detail tentang pelatihan guru yang aku jalani selama 45 hari di The Japan Foundation, Kansai setelah ini. Jadi kali ini aku hanya berharap bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Yang ingin kusampaikan, aku semakin cinta Indonesia dan aku belajar banyak dari Jepang.



November pun aku lalui dengan banyak aktifitas yang bermanfaat.



Dan di Desember aku dan peserta pelatihan yang lain kembali ke tanah air. Kembali ke dunia nyata. Mengejar ketertinggalan, tugas, UTS susulan, UAS.











Akhir kata, terima kasih untuk dukungan kalian semua selama satu tahun penuh. Terima kasih, Allah. Terima kasihku untuk kedua orang tuaku dan adik tercintaku. Terima kasih guru-guruku. Terima kasih, teman-teman. Dan maaf.


Aku tak akan menyebutkan, semoga “di tahun 2016”, tetapi “Semoga kita selalu dalam lindunganNya. Dilancarkan dan dipermudah segala urusan. Selalu diberi petunjuk agar senantiasa berjalan dijalanNya yang lurus. Diberi hidayah. Dan semoga kita bisa menjadi insan yang lebih baik dan bermanfaat. Untuk agama, keluarga, lingkungan, Indonesia dan dunia. Amin.”




Sekian dariku. Terima kasih. Apabila ada yang tersinggung, aku mengucap maaf yang sedalam-dalamnya dan setulus-tulusnya. Akan lebih dihargai publik rasanya jika kalian dapat menyampaikan kekecewaan, sanggahan, keluh, kritik secara pribadi padaku. Terima kasih.







Jaya Indonesiaku!
Salam.
:)