Blogger Widgets

Selasa, 13 November 2012

Indonesia dan Jepang dalam Kebersihan


Karena ujian tertulis UTS PIP ga bisa diadain, jadi ini deh tugasnya... ^__^

***


67 tahun sudah Indonesia merdeka. Indonesia berkembang menjadi jauh lebih baik dari masa lalu di semua bidang kehidupan. Mulai dari pendidikan, sektor pembangunan, ekonomi, sosial budaya, politik, bahkan pertahanan dan keamanan. Indonesia ,yang merupakan negara bekas jajahan banyak negara, mencontoh sistem-sistem yang sudah lebih dulu digunakan bangsa lain baik di negaranya atau di Indonesia saat mereka menjajah. Seperti dalam bidang pendidikan atau sektor pembangunan dan tata kota.

Secara garis besar, Indonesia sudah belajar banyak mengenai tatanan negara dalam sektor pembangunan. Kita pun dapat melihatnya bahwa negara kita sama halnya dengan negara lain dalam hal tata kota. Namun bila diamati lebih jauh hal kecil yang membuat Indonesia berbeda dengan negara lain sangatlah jelas terlihat, yakni kebersihan. Hal itu membuat kota-kota besar di Indonesia, terutama Jakarta sebagai ibukota negara, tak nyaman dipandang walau tak ada perbedaan yang sangat menonjol mengenai tata kotanya. Sampah yang berserakan dimana-mana serta keadaan jalanan yang kurang perbaikan membuat kota kita tak sedap dipandang mata. Bukan salah presiden, mentri lingkungan hidup, pejabat pemerintahan atau petugas kebersihan, tetapi karena seluruh masyarakat Indonesia itu sendiri. Jika kita baik dalam meniru sistem-sistem dari luar negeri, mengapa masyarakat kita tidak bisa meniru kebiasaan bangsa lain yang bersih, rapi dan selalu menjaga kebersihan lingkungannya?

Kesadaran masyarakat Indonesia masih sangat-sangat rendah terutama dalam hal kebersihan. Mahasiswa yang memiliki berpendidikan tinggi saja buang sampah di dalam ruang kelasnya, apalagi masyarakat kecil yang tinggal di pinggir sungai. Seolah-olah mahasiswa tidak mengenal tempat pembuangan akhir, masyarakat kecil pun tak mengenal apa yang dinamakan tempat sampah. Hal mendasar yang menjadi penyebabnya ialah kemalasan. Kemalasan itu sendiri dikarenakan lepas dari jaman penjajahan masyarakat dilayani dan disediakan apapun yang dibutuhkan. Indonesia selalu menjadi konsumen setia produk-produk bangsa lain. Layaknya seorang anak yang dimanja sedari kecil, ia akan malas saat beranjak dewasa dan tak tahu apa yang harus dilakukan saat segalanya yang selama ini ia dapatkan dengan mudah hilang secara tiba-tiba.

Dalam sistem pembelajaran Pendidikan Bahasa Jepang Universitas Negeri Jakarta dan penyelenggara pendidikan tinggi lainnya banyak pembicaraan mengenai bagaimana masyarakat Jepang dengan segala kepatuhan akan peraturan-peraturan di negara mereka termasuk menjaga kebersihan. Mahasiswa jurusan Bahasa Jepang secara tidak sadar mereka harus bersikap seperti halnya masyarakat Jepang terutama dalam berbicara dan bersikap dengan orang lain. Dari dosen sebagian besar telah terbiasa dengan kehidupan di Jepang, mahasiswa mereka berusaha menyesuaikan diri mulai dari kedisiplinan hingga kebersihan. Selalu tepat waktu seperti halnya masyarakat Jepang, dan juga menjaga kebersihan.


***


Jepang adalah negara dengan luas 378.000 km2 dan jumlah penduduk 127 juta jiwa pada tahun 2010. Dengan keadaan demikian dapat kita bayangkan seberapa padatnya negeri Sakura tersebut. Banyak yang menggambarkan Jepang dengan lingkungan yang banyak gedung dan sedikit pohon, sungai-sungai yang tercemar oleh limbah pabrik, udara yang penuh asap karena pencemaran udara, suara bising karena suara mesin. Namun semua pemikiran luar itu sangat salah, karena Jepang adalah sebuah negara yang penuh disiplin dan sangat  menghargai lingkungan hidup, sungai-sungai yang jernih, udara yang bersih, lingkungan yang tertata rapi tanpa sampah. Kebiasaan-kebiasaan masyarakat di negara maju tersebut sangat berbeda dengan masyarakat kita.

Di jepang tidak ada orang yang membuang sampah sembarangan, karena kedisiplinan yang luar biasa, menjadikan ketaatan terhadap aturan begitu hebat, tidak ada orang yang membuang sampah sembarangan. Sebagai contoh kecil, ketika seorang perokok berjalan-jalan ditaman mereka membawa asbak dikantong mereka untuk membuang debu rokok dan puntung rokok mereka, yang didesain khusus, yang nantinya bila menemukan tempat sampah mereka akan membuangnya ke tempat sampah. Hutan-hutan di Jepang terjaga walaupun letaknya bersebelahan langsung dengan daerah padat penduduk. Aturan tentang ijin mendirikan bangunan, aturan tentang lingkungan dan hutan begitu ketat dan sangat  dipatuhi orang-orang Jepang. Di Jepang, mobil-mobil dan kendaraan yang tidak lolos uji emisi tidak diijinkan berjalan, bahkan hampir tidak ada mobil solar yang diijinkan berjalan karena tidak ada yang lolos uji emisi. Bandingkan dengan Indonesia, bagaimana Metro Mini, truk-truk yang katanya sudah lolos KIR di dinas perhubungan mengeluarkan asap tebal yang menyesakkan dada, membuat jalan jadi gelap hitam oleh polusi. Pembagian jenis sampah dan penjadwalan pembuangan sampah pun ada. Secara umum sampah dibagi menjadi 2 yaitu sampah yang bisa dibakar dan tidak bisa dibakar, tetapi ada pembagian khusus lain, misalnya sampah elektronik, sampah bahan-bahan berbahaya (korek gas, batu baterai, silet), botol plastik, gelas, botol aluminium dll. Dan pelaksanaannya begitu dipatuhi oleh masyarakat. Belum lagi penjadwalan dalam pembuangan sampah, misal hari Selasa dan Jumat untuk sampah elektroik.

Di Jepang semua serba teratur dan disiplin. Dan masyarakatnya pun, dengan kesadaran dari diri sendiri, mereka mematuhi setiap peraturan yang ada sekecil apapun peraturan tersebut. Mereka akan merasa malu bila melanggar peraturan. Berbeda dengan masyarakat Indonesia yang memiliki slogan “Peraturan ada untuk dilanggar”. Bagaimana kita akan mendapatkan lingkungan tempat tinggal yang layak dan nyaman seperti yang kita idamkan bila kita bertindak semaunya sendiri, seperti membuang sampah di sembarang tempat. Karena pemerintahannya, yang dapat dikatakan kurang tegas bila di bandingkan pemerintahan jaman dulu, maka tidak heran jika masyarakat semakin betah dengan cara-cara praktis yang semestinya tidak dilakukan karena melanggar peraturan yang berlaku.

Di Indonesia semua kalangan pernah melanggar peraturan-peraturan kecil di masyarakat seperti peraturan membuang sampah. Dari kalangan berpendidikan hingga masyarakat kecil. Tak jarang kita temui sampah-sampah di dalam laci meja di sekolah-sekolah. Bahkan di dalam ruang kelas di sebuah universitas tak sedikit sampah yang berserakan. Hal tersebut sangat tidak mencerminkan seorang mahasiswa yang berpendidikan tinggi.

Seorang mahasiswa saja seperti itu bagaimana dengan rakyat kecil? Masyarakat mengeluhkan banjir yang sering terjadi di ibukota Jakarta. Memprotes pemerintah yang dinilai kurang tanggap menangani masalah di masyarakat. Namun apa itu sepenuhnya salah pemerintah? Masyarakat yang tinggal di daerah kumuh atau didekat sungai sangat kental akan kebiasaan membuang sampah di sembarang tempat juga pengelolaan sampah yang kurang baik. Itu adalah salah satu sebab kenapa Indonesia yang secara garis besar memiliki sistem pemerintahan yang tak jauh berbeda dengan negara lain terlihat sangat tidak menyenangkan dari segi keindahan kota-kotanya.

Dalam dunia pendidikan, pemerintahan sudah menyelenggarakan pendidikan karakter dari tingkat TK hingga Perguruan Tinggi pun ada. Di tambah dengan pendidikan karakter dari keluarga dan lingkungan masyarakat. Dalam Pembelajaran Pendidikan Bahasa Jepang contohnya, seorang mahasiswa harus menyesuaikan diri dengan dosen-dosennya. Para dosen dalam pembelajaran bahasa Jepang sebagian besar adalah mereka-mereka yang sudah terbiasa dengan kehidupan orang-orang Jepang yang mayoritas memiliki karakter yang sudah terbentuk dan memiliki kebiasaan baik. Dengan demikian, mahasiswa harus disiplin waktu dan menaati aturan yang berlaku selama menuntut ilmu dengan para pengajar tersebut. Waktu yang tak sebentar akan mendukung terbentuknya karakter dan kebiasaan disiplin serta menaati peraturan.

Di sekolah-sekolah pun tak berbeda. Pendidikan karakter di setiap jenjang pendidikan di selenggarakan. Namun tanpa adanya kebiasaan melakukannya karakter seseorang akan sangat sulit terbentuk. Peserta didik sekarang masih menganggap remeh pendidikan karakter tersebut. Seharusnya para pengajar tidak hanya mengajarkan teori tentang pembentukan karakter saja. Bahkan dengan praktik tak sedikit siswa yang melaksanakannya karena perintah bukan karena kesadaran diri sendiri. Pembentukkan karakter akan lebih mudah ditangkap oleh siswa jika kita memberikan waktu pada siswa tersebut untuk berpikir. Berbicara dan berbincang dengan siswa tentang karakter bangsa dan membandingkannya dengan negara lain dipastikan, akan lebih mudah ditangkap. Interaktif dengan siswa dan mengajak siswa untuk berpikir bagaimana karakter dibentuk, apa yang harus mereka lakukan menghadapi suatu situasi, bagaimana mereka harus bertindak, apa kebiasaan-kebiasaan baik yang seharusnya mereka terapkan. Tanyakan pada siswa itu sendiri bagaimana dan apa saja kebiasaan-kebiasaan itu dengan sedikit demi sedikit menuntun mereka kearah yang benar. Siswa akan lebih terbiasa berpikir dan spontan menghadapi suatu permasalahan. Sehingga di kemudian hari Indonesia memiliki penerus bangsa yang dapat berpikir kritis, kreatif, serta tidak selalu menggantungkan hidupnya pada bangsa lain.


***


Masalah yang timbul di dunia ini bukan salah siapapun selain manusia itu sendiri. Jadi jika kita hendak menyalahkan orang lain akan lebih baik jika kita melihat diri kita sendiri terlebih dahulu. Jika kita merasa sudah benar, tegurlah orang-orang yang masih setia dengan kebiasaan-kebiasaan buruk mereka terhadap lingkungan, namun jika kita sama dengan mereka perbaiki diri, buang kebiasaan membuang sampah sembarangan.

Mengubah kebiasaan memang membutuhkan waktu yang tidak sebentar, apalagi kebiasaan semua masyarakat Indonesia. Namun dari diri sendiri dengan niat yang tulus karena mendambakan lingkungan tempat tinggal yang bersih dan indah akan membuka mata banyak orang dengan niat yang sama.


Kesadaran masyarakat Indonesia masih sangat-sangat rendah terutama dalam hal kebersihan. Hal mendasar yang menjadi penyebabnya ialah kemalasan. Kemalasan itu sendiri dikarenakan lepas dari jaman penjajahan masyarakat dilayani dan disediakan apapun yang dibutuhkan. Indonesia selalu menjadi konsumen setia produk-produk bangsa lain.

Kita dapat melihat bahwa negara kita sama halnya dengan negara lain dalam hal tata kota. Namun bila diamati lebih jauh hal kecil yang membuat Indonesia berbeda dengan negara lain sangatlah jelas terlihat, yakni kebersihan. Hal itu membuat kota-kota besar di Indonesia, terutama Jakarta sebagai ibukota negara, tak nyaman dipandang walau tak ada perbedaan yang sangat menonjol mengenai tata kotanya. Sampah yang berserakan dimana-mana serta keadaan jalanan yang kurang perbaikan membuat kota kita tak sedap dipandang mata.

Di Jepang semua serba teratur dan disiplin. Dan masyarakatnya pun, dengan kesadaran dari diri sendiri, mereka mematuhi setiap peraturan yang ada sekecil apapun peraturan tersebut. Mereka akan merasa malu bila melanggar peraturan. Bandingkan dengan masyarakat Indonesia yang memiliki slogan “Peraturan ada untuk dilanggar”. Di Indonesia semua kalangan pernah melanggar peraturan-peraturan kecil di masyarakat seperti peraturan membuang sampah. Dari kalangan berpendidikan hingga masyarakat kecil. Tak jarang kita temui sampah-sampah di dalam laci meja di sekolah-sekolah. Bahkan di dalam ruang kelas di sebuah universitas tak sedikit sampah yang berserakan. Hal tersebut sangat tidak mencerminkan seorang mahasiswa yang berpendidikan tinggi.

Keharusan seorang mahasiswa menyesuaikan diri dengan dosen-dosen mereka yang sebagian besar sudah terbiasa dengan kehidupan orang-orang Jepang yang mayoritas memiliki karakter yang sudah terbentuk dan memiliki kebiasaan baik, mendukung terbentuknya karakter mahasiswa yang disiplin waktu dan menaati aturan yang berlaku.



***



Sedikit ko.. :p
Sisany unek-unek sendiri. XD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar