Blogger Widgets

Rabu, 31 Desember 2014

Review 2014

Kuawali dengan doa, semoga tulisan ini menginspirasi.



“Tetap akan pergi merayakan moment tahun baru sementara saudara-saudara kita berduka diluar sana? Banjir di Bandung, tanah longsor, pesawat jatuh.” Aku baca kalimat itu di beranda facebookku.

Aku pribadi hampir mati rasa dengan hari-hari istimewa. Aku tak memikirkan apa yang akan aku lakukan di hari ulang tahunku. Apakah aku akan mendapatkan sesuatu yang istimewa. Aku juga tak terlalu peduli dengan hari ulang tahun teman-teman dan orang-orang di sekelilingku yang membuatku malas mengucapkan “selamat ulang tahun” dan hanya berdoa diam dalam hati untuk mereka, disamping sifatku yang memang cuek tak peduli. Terkecuali hari ulang tahun keluargaku, yang setidaknya aku akan memaksa kedua orang tuaku untuk bersedia pergi keluar walaupun entah pergi kemana. Dan satu lagi HUT RI yang bulan Agustus lalu aku tak ingin merasakan tertinggal siaran upacara di Istana Merdeka meskipun lewat televisi. Intinya, aku hampir mati rasa dan tidak mengerti, apa si istimewanya tahun baru?

Tidak salah kita mengistimewakan hari dan tanggal tertentu. Aku tak menyalahkan siapapun. Buktinya dengan tulisan ini aku juga sedikit mengkhususkan malam tahun baru, yakni dengan Review dan Resolusi, mungkin. Jadi aku harap kalian tak melewatkan moment malam ini tanpa mengucap doa sama sekali. Setiap hari, tak kenal pagi atau malam, kita seharusnnya selalu berdoa, tidak hanya menyalakan kembang api yang hanya bisa dinikmati dalam beberapa menit.

Berdoa dimulai. *abaikan





Review 2014


Akhir-akhir ini tak jarang aku melewatkan malam tanpa menulis diary. Tapi semoga saja aku tak melewatkan untuk menulis semua pelajaran hidup yang aku dapatkan selama tahun 2014.



Di awal tahun 2014, bulan Januari, aku menjalani hari-hariku di kampung halaman, Purwokerto. Membantu ibuku mengurus rumah, latihan pencak silat di SMA dan mulai belajar mengajar adik-adikku lagi di SMA. Dan di bulan ini nenekku berangkat untuk menunaikan ibadah umroh. Alhamdulillah.



Di bulan kedua aku kembali beraktivitas di Jakarta. Sering kali terpikir betapa inginnya aku untuk bekerja memenuhi biaya hidupku di Jakarta sehingga aku tak perlu lagi meminta uang pada orang tua. Sementara itu di organisasi aku diajak untuk berkontribusi di BEM Fakultas, tetapi aku sadar aku bukan orang sekuat itu mengemban 2 amanah sekaligus dalam waktu yang bersamaan. Jadi aku memutuskan untuk konsentrasi di HIMA Jurusan. Di bulan Februari aku dan teman-teman BPH mulai mempersiapkan bagaimana HIMA di tahun kepengurusan kami. HIMA, JIMAT dan akademik. Semua harus seimbang, itu inginku. Dan tak henti berharap selalu diberi kemudahan. Ada lagi, aku bersyukur karena ALLAH masih melindungi keluargaku karena ibu hampir saja kena tipu, tapi Alhamdulillah masih dilindungi. Februari ini mulai terlihat betapa banyak tugas menanti.



Di bulan Maret aku mulai merasa terusik dengan salah satu teman dekatku yang keras kepala, tapi aku juga belajar. Aku berusaha agar aku tidak berujar “Kau salah”, jika aku sedang bertukar pendapat dengan seseorang. Aku akan ikuti caranya, dan masuki dunianya, kemudian di akhir, itu akan jadi keputusanku apakah pendapat yang tadi kami bicarakan salah atau benar. Yang jelas aku tak ingin menyakiti perasaan orang lain dengan langsung mengatakan bahwa dia salah atau semacam itu. Kita berbagi dan lagi aku tidak suka perdebatan. Selain itu di organisasi, kami sempat mengalami kesulitan mencari ketua untuk kegiatan Rapat Kerja. Sebuah kalimat yang muncul dibenakku, “Susah ya mencari nama dari mahasiswa 2012 untuk menjadi Ketua Raker. Susah!”. Amat susah. Heran, kenapa teman-teman tidak mau mencoba untuk belajar. Haruskah orang, orang ini lagi yang menggerakkan? Tapi akhirnya ada orang yang bersedia, yang aku yakin dia akan lebih maju dikemudian hari dari teman-temannya. Amin. Lalu aku diamanahkan untuk mendukung, membimbing dan mengawasi M.Ichwan, dia teman seangkatanku; Rhino, Nisa, dan Ipeh, angkatan 2013. Terima kasih banyak karena kalian bersedia menerima Ka.Div sepertiku serta bersedia bersama berkomitmen untuk memberikan yang terbaik untuk HIMA dan lingkungan.

Aku menulis diary di tanggal 3 Maret dan ada sebuah tulisan di sana. “Walau bukan kau, tapi kau membuatku sadar bahwa aku hanya menginginkan orang sepertimu”. Ya, aku hanya teringat kembali akan seorang pria yang aku kagumi. Saat itu memang saat pertama kali aku melihatnya. Tetapi saat itu adalah saat dimana ia berbicara, memberi ilmu, memotivasi orang lain dan, dia mengajak kami untuk bermimpi. Nyaman melihatnya. Dan bersyukurlah engkau yang dipimpin imam sebaik beliau. Memang ya, aku selalu senang melihat orang cerdas. XD Satu lagi, aku mencari banyak informasi tentang Yuya Matsushita dan Uehara Takuya. Mereka menginspirasi dan yang terpenting mereka berbakat dan total dalam berkarya. Mungkin diantara kalian ada yang mengenal atau bahkan fans kedua orang itu.

Sementara itu di akademik, beberapa kali temanku meminjam hasil pekerjaan rumahku untuk disalin di hari pengumpulan tugas itu. Kalian tahu apa yang aku pikirkan? Sebal, mungkin. “Hei, ayolah aku berusaha mati-matian mengerjakan itu semalaman di kamar kost, dan kau dengan mudahnya menyalin jawabanku dan mendapat nilai bagus?”. Siapa yang tidak kesal? Tidak, tidak. Sebenarnya aku selalu merasa kasihan jika masih ada anak-anak seperti itu. Mau jadi apa dia saat dia besar nanti. Semasa SMA pun aku menyayangkan teman-temanku yang seperti itu, tapi disisi lain, aku akan berusaha mengatakan “iya” ketika teman-teman meminta izin untuk datang kerumahku dan memintaku belajar bersama mereka. Aku lebih senang dengan teman-teman yang seperti itu. Bayangkan jika semua anak Indonesia seperti itu. Cahaya menanti Indonesia.



Next, kita lihat apa yang aku dapat di bulan April.

UTS. Hei, hei. Hal yang seperti itukah? Tapi UTS semester 100 itu cukup menguras segalanya. Aku merasa benar-benar khawatir. Tapi di bulan ini kami berkenalan dengan orang Jepang melalui dosen kami tentunya, dan saat tanggal 5 beliau mentraktir kami makan. Sangat menyenangkan dan mengenyangkan. Beberapa teman kelasku yang telah mengatakan akan datang mendadak tidak bisa hadir. Dan yang aku dengar diantaranya alasan mereka membuatku ingin tertawa. Benar apa yang sering dibicarakan dosen-dosenku saat itu, anak kelas A pintar tapi sayang attitudenya tidak mereka jaga. Aku pun sangat menyayangkan itu.

Di organisasi, aku mulai dengan menjadi panitia di “Supiichi to Kanji Kontesuto”. Dan, hei, apa kalian pernah mendengar, orang bertipe golongan darah B itu di dalamnya jauh berbeda dengan apa yang terlihat diluar. Itu aku? Ya, aku rasa 80% benar. Tidak sedikit teman-teman yang terkadang menjahiliku, tapi apa yang kulakukan, aku ikut tertawa dengan tawa sama seperti mereka yang tertawa karena puas menjahiliku. Salah satu temanku pernah bilang padaku, aku tidak seharusnya selalu diam. Manusia punya batasan sampai dimana ia bisa menahan semua itu. Dan terkadang aku merasa tidak dihargai. Tapi tetap, aku tahu kalau sebenarnya semua karena diriku sendiri, aku yang salah. Cukup soal itu, karena aku benar-benar bersyukur dengan kegiatan Family Gathering yang diadakan tanggal 12 April. Aku benar-benar bersyukur. Aku merasakannya. Kami mahasiswa Jurusan Bahasa Jepang UNJ, kami pengurus HIMA Bahasa Jepang, dan kami keluarga. Terima kasih, teman.

Aku sempat menegur temanku di sosial media karena aku menyayangkan statusnya yang menurutku tak seharusnya dia mempublikasikan statusnya yang seperti itu. Jika Raditya Dika bilang alay adalah proses menuju dewasa bagaimana jika alaynya tak didasari dengan pikiran yang dewasa apa lagi jika usia orang itu tidak bisa disebut remaja lagi.

Terakhir di bulan April, ada sebuah kata-kata yang aku tulis, “Aku akan ukir jejak hidupku dengan caraku sendiri”.



Lanjut ke bulan ke lima, aku mendapat motivasi dari acara yang aku datangi di Masjid Istiqlal, One Day One Juz. Alhamdulillah. Sementara itu kekuranganku mengusikku. Bagaimana cara mengubahnya? Aku terus memikirkannya. Aku tidak rajin, aku kurang tegas, dan aku tidak peka. Aku terus menyemangati diriku sendiri untuk belajar rajin dan rapi sedikit demi sedikit. Aku mulai tak pernah bisa menyempatkan waktu untuk belajar, padahal bulan Mei itu sedang UAS.



Meluncur ke bulan Juni, dimana UAS sudah berakhir dan PKM Fakultas pun terlaksana tanpa kendala yang berarti. Banyak ilmu yang aku dapat tentunya. Dan aku juga mulai dipusingkan dengan JIMAT.



Bulan Juli aku ada di Purwokerto. Melaksanakan ibadah puasa bulan Ramadhan bersama keluarga. Tapi kalian pikir liburanku seperti apa? Tentu saja liburan yang penuh pikiran. Bayangkan saja bagaimana rasanya meninggalkan HIMA, meninggalkan Kestari, meninggalkan JIMAT. Itu yang di Jakarta. Yang di Purwokerto sendiri pun ada, dari adikku, orang tua sampai adik kelas di SMA. Berat di pikiran memang ketika badanku tak ‘bekerja’. Dan itu lebih melelahkan dan menguras tenaga. Bulan yang ramai dengan Pemilu Presiden dan kabar saudara-saudara kita di Gaza.



Bulan berikutnya bulan dimana mahasiswa UNJ membuka akun siakad mereka dan melihat Kartu Hasil Studi mereka. IP turun dan dipindahkan ke kelas B. Aku hanya bisa pasrah. Itulah hasil dari usahaku yang menurutku benar-benar buruk. Mengemban amanah itu tak mudah, kawan.

Bulan Agustus aku menyaksikan upacara Pengibaran Sang Saka Merah Putih dari televisi. Yang aku pikirkan? Senang, bersyukur. Budaya Indonesia yang banyak dan kekayaan alam yang melimpah. Tapi juga sakit ketika mengingat bangsanya masih butuh belajar lebih banyak lagi. Ingin rasanya Indonesia menjadi negara Adidaya. Amin.



Septemberku menjadi bulan penuh doa. Ya ALLAH, terangi jalan kami. Terangi jalan kami yang sedang berjuang di jalanMu. Kami ingin membahagiakan mereka yang kami sayangi. Kami ingin mengabdi untuk negara yang kami cintai. Kami ingin dekat denganMu dan Rasulullah SAW. Ya ALLAH…
Aku hanya ingin menjadi guru, mengajarkan mereka yang benar-benar membutuhkanku. Aku ingin berjuang untuk adik-adik atau mungkin anak-anakku ini. Aku ingin mereka menjadi pribadi yang baik, berkarakter, bermoral dan memiliki tata krama. Aku ingin semua orang Indonesia mau berjuang bersama untuk membangun negri.

Selebihnya masih sama. Tugas yang menumpuk, batas waktu yang mengejar dan semua soal JIMAT.


Di bulan Oktober kondisi tubuhku sempat turun. Aku harap sesibuk apapun kalian jangan sampai kalian jatuh sakit. 健康、気をつけてね。

Kehadiran orang tuaku ke Jakarta melepas penatku dari rutinitas sehari-hari. Setidaknya aku bersyukur masih bisa melihat wajah tersenyum mereka. Mengunjungi acara pernikahan kakak sepupu di Bandung dan menjenguk adik dari nenek di Cirende.



Bulan November bulannya JIMAT dan saat JIMAT selesai terlaksana bagaimana perasaan teman-temanku ya? Entahlah, mungkin karena sudah terlalu lelah dengan semua persiapannya, aku merasa datar-datar saja di JIMAT 2014. Tapi kualitas kerja panitia cukup bisa aku banggakan. Sekali lagi, terima kasih. Hanya sampai tanggal 2 malam kualitas itu ada, itu yang aku rasakan. Karena evaluasi JIMAT benar-benar tidak efektif. Sayang sekali dan aku harap tak akan terulang lagi.



UAS sedang aku jalani di bulan Desember ini, lebih tepatnya pekan depan di bulan Januari. Semoga saja IPSku naik. Amin.





Lumayan, terlalu panjang dan membuat mood hilang untuk membaca? Haha. Maaf.
Hanya sekedar tambahan, akhir-akhir ini aku sering memikirkan hal-hal seperti, yang aku tulis sebelumnya, Emansipasi Wanita, Hari Raya Natal yang membuatku bertanya bagaimana seharusnya aku yang seorang muslimah bersikap. Semoga ALLAH menerangi jalan kita. Amin.





Jakarta, 31 Desember 2014








Emansipasi Wanita. "Bagaimana di matamu?"

Apa itu emansipasi wanita?




Silahkan cari di mbah google.

Bercanda. J




Bagaimana denganmu? Apa yang akan kau lontarkan sebagai jawaban darimu jika ada orang yang bertanya seperti itu padamu?

Kesetaraan? Persamaan derajat? Atau anti penindasan terhadap wanita? Itu terserah pada kalian, kalian ingin menjawab seperti apa dan bagaimana pandangan diri kalian sendiri tentang emansipasi wanita. Tapi tidak hanya sebatas kata-kata seperti itu saja. Kesetaraan yang seperti apa? Kesetaraan dalam bidang apa? Persamaan derajat yang bagaimana? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu pun akan ikut muncul demi menghilangkan kurangnya pemahaman tentang emansipasi wanita. Dan sekali lagi, seperti apa kalian akan menjelaskannya pada orang lain?


Sebelumnya, kata ‘emansipasi’ sendiri dalam perjalanan masyarakat Indonesia dipelopori oleh Raden Ajeng Kartini. Beliau menggerakkan wanita Indonesia dan berjuang membela rakyat Indonesia. Dengan memberikan pendidikan kepada kaum hawa-lah ia berperang di masa penjajahan.
Itu zaman dulu. Bagaimana dengan zaman modern ini? Cita-cita R.A Kartini itu sudah terwujud. Jadi seperti apa emansipasi wanita yang sesuai dengan zaman ini?



Kembali ke permasalahan awal. Jawaban seperti apa sajakah yang terlontar dari mulut warga negara Indonesia, terutama wanita itu sendiri, ketika di zaman seperti ini ada yang bertanya seperti apa emansipasi wanita itu?

Selama ini pernyataan-pernyataan yang kudengar hampir sama. Awalnya aku setuju, tetapi lama kelamaan itu menjadi pertanyaan di benakku antara benar atau tidak.

Kata mereka wanita itu harus dihargai. Wanita itu tidak boleh ditindas oleh laki-laki. Jika laki-laki bisa sekolah, wanita pun begitu seharusnya. Jika laki-laki mempunyai kesempatan bekerja, wanita pun seharusnya iya. Dan juga, ketika laki-laki mampu menghasilkan uang sendiri, kenapa wanita tidak? Bagaimana menurut kalian?

Lalu aku sharing dengan teman. Ternyata dia pun sependapat. Memang begitulah seharusnya wanita.
Dan apa yang membuatku bingung? Kalau kau gadis atau perempuan yang belum berumah tangga, apa salahnya jika bekerja. Berkarya. Membantu orang lain. Berkontribusi di masyarakat. Menghasilkan sesuatu yang bermanfaat tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain dan lingkungan. それはいいと思います。

Tapi, jika kau seorang wanita yang telah mengikat janji dengan seorang pria? Bukankah tugasmu bertambah? Mengurus rumah. Mengurus anak. Melayani suami. そうでしょう?


Sekarang apa yang akan kau lakukan ketika 1 atau mungkin 2 pekerjaanmu memakan waktumu? Tak sedikit, mungkin akan jadi seharian tanpa henti dari Senin hingga Minggu. Mempekerjakan pembantu? Atau baby sister? Ada yang mengambil pilihan itu. Tapi jangan salah ada juga yang memilih untuk meninggalkan pekerjaannya diluar. Aku salah satunya, jika aku sebagai wanita itu. Kenapa? Bukankah sayang? Pekerjaan-pekerjaan itu memberimu banyak penghasilan. Yang nantinya juga akan kau berikan untuk anak cucumu. Kau juga bisa menabung sendiri. Membeli keperluan pribadimu dengan uang yang kau hasilkan dengan keringatmu sendiri. Yang artinya kau akan benar-benar menjadi sosok wanita mandiri. Wanita yang tidak bergantung pada suami.

Benar, memang. Tapi alasan dari wanita-wanita yang memilih jalan sepertiku mungkin sama denganku. Sebenarnya, alasan yang utama untukku, karena aku ingin akulah yang mendidik anak-anakku. Benar-benar aku dengan tanganku sendiri. Aku tidak akan membiarkan anak-anakku dididik pembantu atau, maaf, jadi anak baby sister. Karena mereka tidak akan paham seperti apa cara mendidik yang aku inginkan. Seperti apa didikan yang akan aku berikan. Jadi aku benar-benar harus melakukannya sendiri.


Atau mungkin ada diantara kalian yang sangat yakin, meskipun kita bekerja kita akan tetap punya waktu untuk mendidik anak. Ditambah mengurus rumah dan melayani suami. Tak apa, itu pilihan kalian. 自分の選択からです。Walaupun aku yakin, didikan seorang wanita yang murni hanya seorang ibu rumah tangga akan berbeda dengan seorang wanita karier, kalau boleh aku sebut. Baik cara maupun hasilnya nanti.
“Lalu untuk apa kau sekolah tinggi-tinggi sampai S1. Kalau hanya akan jadi ibu rumah tangga bukankah tak perlu repot-repot mencari ilmu jauh-jauh?” kata temanku. Lingkungan yang mendidik budi pekerti pertama seorang anak adalah lingkungan keluarga. Yang berarti ayah dan ibunya. Dengan kenyataan ibunya yang akan lebih dekat dengan anak dan akan selalu dicari dan disebut setiap waktu oleh anak. “Ibu… Ibu…”, “Mama…”, “Bunda…”. Bukankah begitu? Ibu, ibu juga yang nantinya akan mendidik anaknya. Lalu bagaimana jika ‘guru di rumah’ ini tidak pandai? Anaknya mungkin saja tak akan sepandai anak-anak sebayanya yang memiliki ibu pandai dan cerdas. Atau budi pekertinya akan lebih buruk dari anak-anak yang dididik budi pekerti yang baik di rumah. Apa lagi, rumah adalah tempat anak dididik dari kecil yang artinya seperti apa budi pekertinya di rumah, seperti itulah sikap, attitude yang akan ia bawa hingga ia besar nanti dan akan mendarah daging. Jadi apa wanita, tidak peduli ia hanya ibu rumah tangga atau wanita karier , tidak perlu pendidikan? Pengetahuan? Mengenyam bangku sekolah? Bagaimana? Logis bukan?



Kita semua tahu, peran wanita itu sangat penting. Kalian pasti sering mendengarnya, dibalik kesuksesan seorang suami ada istrinya yang selalu mendukung dan membantunya. Dibalik suksesnya seorang anak ada ibunya yang selalu berdoa untuknya.


Tuhan itu adil. Laki-laki dan perempuan mempunyai kodratnya masing-masing. Tugas dan peran yang sama-sama penting. Anak-anak yang wanita ini didik adalah pilar-pilar bangsa. Bagaimana mungkin pilar-pilar ini akan kuat jika ia tak punya karakter, tak punya budi pekerti yang baik, moralnya rusak dan tak pandai? Lalu siapa yang disalahkan jika kondisinya seperti itu? Siapa yang patut disalahkan jiga bangsa rusak karena pilar-pilarnya yang lemah? “Didikan siapa si kamu?” pasti itu sindiran yang dilontarkan tetangga jika tahu anak kita berperilaku kurang baik. Hehe.. XP



Aku ingin minta maaf sebelumnya. Aku seorang muslim. Dan semua yang aku sebut sebagai pendapatku di atas adalah yang ingin aku lakukan jika kondisi mendukung. Suami berpenghasilan tetap atau setidaknya cukup untuk menghidupi anak istrinya. Dan jika tidak mendapat izin dari suami untuk bekerja membantunya aku tidak akan bekerja. Intinya aku mengikuti ajaran Islam untuk selalu musyawarah dan terbuka dengan suami, serta yang terpenting meminta izin, dalam hal apapun itu.




では皆さん、secara garis besar kita harus bersyukur bagaimana wanita diperlakukan di masa sekarang ini. Dihargai, bahkan mendapat kesempatan duduk di kursi parlemen. Semua orang setidaknya sudah mengerti bahwa peran wanita itu sangat penting. Terlebih mereka mengerti bahwa wanita mempertaruhkan jiwanya demi melahirkan seseorang yang akan menjadi masa depan bangsa, negara, bahkan dunia. Laki-laki di zaman sekarang pun benar-benar menyayangi wanita dan tak pernah memandangan rendah kaum hawa.



Sekian dari saya. Maaf jika ada yang tersinggung. Sekali lagi, pilihan ada di tangan kalian. Apa yang akan kalian lakukan setelah ini, kemana kalian akan melangkah esok hari, bagaimana masa depan kalian nanti, semua kalianlah yang menentukan. Semoga kita menjadi insan yang bermanfaat. Amin.

Jaya Indonesiaku!


Rabu, 24 Desember 2014

ARCHIVE



LABEL
  • DAILY, entri-entri pendek dimana aku menceritakan hal-hal yang aku alami dalam kehidupan keseharianku.
  • My Mind, lewat tulisan aku mengungkapkan apa yang aku pikirkan mengenai suatu hal
  • REVIEW, pendapatku mengenai sebuah karya dan kilas balik apa yang telah aku lakukan dan kudapat dalam kurun waktu satu tahun.
  • the Gazette, sebuah band visual kei dari Jepang
  • 日本語、日本語でも書いてきたエントリーと訳したもの(歌詞など)




ARTICLE/ENTRI



Zankyou no Terror 「残響のテロル」- Teror dalam Gema

Apakah kalian pernah merasakan diabaikan oleh negara kalian sendiri? Merasa tidak dihargai? Diasingkan? Dibuang? Dianggap tak berguna? Tidak dipedulikan?

Itulah yang dirasakan Nine dan Twelve. Setidaknya itulah yang aku pikirkan tentang mereka.



Nine dan Twelve adalah tokoh utama di sebuah serial anime berjudul Zankyou no terror残響のテロル)atau Teror dalam Gema. Sinopsis yang akan kalian baca dibawah ini adalah bagaimana jalannya cerita dari sudut pandangku dan yang aku tangkap, mungkin akan berbeda dengan yang kalian dapatkan dari internet atau ensiklopedia di internet.



Nine dan twelve melancarkan aksi terror pada negaranya sendiri, Jepang. Mereka ingin Jepang berada seperti saat belum ada teknologi. Mereka ingin semua orang melihat mereka, mengingat mereka, menyadari bahwa mereka pernah hidup.



Dengan durasi 11 episode, aku merasa cerita ini dibawakan dengan menarik, konfliknya tidak dibuat berkepanjangan sehingga tidak ada rasa jenuh. Dan seperti biasa, aku suka cerita cerdas.

Karakter utama yang paling menonjol memang nine, tapi aku lebih menyukai Twelve.



Pertama, karakternya sama denganku. Putih di luar, namun hitam di dalam. Dia murah senyum. Oh tidak, “sering tersenyum”, just it. Dan periang. Tapi siapa sangka ia teroris. Keras dan hitam.


Kedua, ia keren saat mengendarai motornya. XPV



Ketiga, dia manis. ^_^



が、Nearのほうがかわいい。XD


Ada yang aku suka, ada juga yang aku tidak suka. Dan seperti biasa, aku benci perempuan. Mungkin lebih tepat jika aku pakai kata ‘cewek’.



Sampai sini saja, aku harap kalian tertarik untuk menonton animenya. Rekomendasi untuk kalian yang menyukai death note atau detective conan. Dan selama 1 bulan aku tidak bisa move on dari anime ini (baca:dari Twelve). XDDD



Terima kasih. J