Blogger Widgets

Rabu, 31 Desember 2014

Emansipasi Wanita. "Bagaimana di matamu?"

Apa itu emansipasi wanita?




Silahkan cari di mbah google.

Bercanda. J




Bagaimana denganmu? Apa yang akan kau lontarkan sebagai jawaban darimu jika ada orang yang bertanya seperti itu padamu?

Kesetaraan? Persamaan derajat? Atau anti penindasan terhadap wanita? Itu terserah pada kalian, kalian ingin menjawab seperti apa dan bagaimana pandangan diri kalian sendiri tentang emansipasi wanita. Tapi tidak hanya sebatas kata-kata seperti itu saja. Kesetaraan yang seperti apa? Kesetaraan dalam bidang apa? Persamaan derajat yang bagaimana? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu pun akan ikut muncul demi menghilangkan kurangnya pemahaman tentang emansipasi wanita. Dan sekali lagi, seperti apa kalian akan menjelaskannya pada orang lain?


Sebelumnya, kata ‘emansipasi’ sendiri dalam perjalanan masyarakat Indonesia dipelopori oleh Raden Ajeng Kartini. Beliau menggerakkan wanita Indonesia dan berjuang membela rakyat Indonesia. Dengan memberikan pendidikan kepada kaum hawa-lah ia berperang di masa penjajahan.
Itu zaman dulu. Bagaimana dengan zaman modern ini? Cita-cita R.A Kartini itu sudah terwujud. Jadi seperti apa emansipasi wanita yang sesuai dengan zaman ini?



Kembali ke permasalahan awal. Jawaban seperti apa sajakah yang terlontar dari mulut warga negara Indonesia, terutama wanita itu sendiri, ketika di zaman seperti ini ada yang bertanya seperti apa emansipasi wanita itu?

Selama ini pernyataan-pernyataan yang kudengar hampir sama. Awalnya aku setuju, tetapi lama kelamaan itu menjadi pertanyaan di benakku antara benar atau tidak.

Kata mereka wanita itu harus dihargai. Wanita itu tidak boleh ditindas oleh laki-laki. Jika laki-laki bisa sekolah, wanita pun begitu seharusnya. Jika laki-laki mempunyai kesempatan bekerja, wanita pun seharusnya iya. Dan juga, ketika laki-laki mampu menghasilkan uang sendiri, kenapa wanita tidak? Bagaimana menurut kalian?

Lalu aku sharing dengan teman. Ternyata dia pun sependapat. Memang begitulah seharusnya wanita.
Dan apa yang membuatku bingung? Kalau kau gadis atau perempuan yang belum berumah tangga, apa salahnya jika bekerja. Berkarya. Membantu orang lain. Berkontribusi di masyarakat. Menghasilkan sesuatu yang bermanfaat tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain dan lingkungan. それはいいと思います。

Tapi, jika kau seorang wanita yang telah mengikat janji dengan seorang pria? Bukankah tugasmu bertambah? Mengurus rumah. Mengurus anak. Melayani suami. そうでしょう?


Sekarang apa yang akan kau lakukan ketika 1 atau mungkin 2 pekerjaanmu memakan waktumu? Tak sedikit, mungkin akan jadi seharian tanpa henti dari Senin hingga Minggu. Mempekerjakan pembantu? Atau baby sister? Ada yang mengambil pilihan itu. Tapi jangan salah ada juga yang memilih untuk meninggalkan pekerjaannya diluar. Aku salah satunya, jika aku sebagai wanita itu. Kenapa? Bukankah sayang? Pekerjaan-pekerjaan itu memberimu banyak penghasilan. Yang nantinya juga akan kau berikan untuk anak cucumu. Kau juga bisa menabung sendiri. Membeli keperluan pribadimu dengan uang yang kau hasilkan dengan keringatmu sendiri. Yang artinya kau akan benar-benar menjadi sosok wanita mandiri. Wanita yang tidak bergantung pada suami.

Benar, memang. Tapi alasan dari wanita-wanita yang memilih jalan sepertiku mungkin sama denganku. Sebenarnya, alasan yang utama untukku, karena aku ingin akulah yang mendidik anak-anakku. Benar-benar aku dengan tanganku sendiri. Aku tidak akan membiarkan anak-anakku dididik pembantu atau, maaf, jadi anak baby sister. Karena mereka tidak akan paham seperti apa cara mendidik yang aku inginkan. Seperti apa didikan yang akan aku berikan. Jadi aku benar-benar harus melakukannya sendiri.


Atau mungkin ada diantara kalian yang sangat yakin, meskipun kita bekerja kita akan tetap punya waktu untuk mendidik anak. Ditambah mengurus rumah dan melayani suami. Tak apa, itu pilihan kalian. 自分の選択からです。Walaupun aku yakin, didikan seorang wanita yang murni hanya seorang ibu rumah tangga akan berbeda dengan seorang wanita karier, kalau boleh aku sebut. Baik cara maupun hasilnya nanti.
“Lalu untuk apa kau sekolah tinggi-tinggi sampai S1. Kalau hanya akan jadi ibu rumah tangga bukankah tak perlu repot-repot mencari ilmu jauh-jauh?” kata temanku. Lingkungan yang mendidik budi pekerti pertama seorang anak adalah lingkungan keluarga. Yang berarti ayah dan ibunya. Dengan kenyataan ibunya yang akan lebih dekat dengan anak dan akan selalu dicari dan disebut setiap waktu oleh anak. “Ibu… Ibu…”, “Mama…”, “Bunda…”. Bukankah begitu? Ibu, ibu juga yang nantinya akan mendidik anaknya. Lalu bagaimana jika ‘guru di rumah’ ini tidak pandai? Anaknya mungkin saja tak akan sepandai anak-anak sebayanya yang memiliki ibu pandai dan cerdas. Atau budi pekertinya akan lebih buruk dari anak-anak yang dididik budi pekerti yang baik di rumah. Apa lagi, rumah adalah tempat anak dididik dari kecil yang artinya seperti apa budi pekertinya di rumah, seperti itulah sikap, attitude yang akan ia bawa hingga ia besar nanti dan akan mendarah daging. Jadi apa wanita, tidak peduli ia hanya ibu rumah tangga atau wanita karier , tidak perlu pendidikan? Pengetahuan? Mengenyam bangku sekolah? Bagaimana? Logis bukan?



Kita semua tahu, peran wanita itu sangat penting. Kalian pasti sering mendengarnya, dibalik kesuksesan seorang suami ada istrinya yang selalu mendukung dan membantunya. Dibalik suksesnya seorang anak ada ibunya yang selalu berdoa untuknya.


Tuhan itu adil. Laki-laki dan perempuan mempunyai kodratnya masing-masing. Tugas dan peran yang sama-sama penting. Anak-anak yang wanita ini didik adalah pilar-pilar bangsa. Bagaimana mungkin pilar-pilar ini akan kuat jika ia tak punya karakter, tak punya budi pekerti yang baik, moralnya rusak dan tak pandai? Lalu siapa yang disalahkan jika kondisinya seperti itu? Siapa yang patut disalahkan jiga bangsa rusak karena pilar-pilarnya yang lemah? “Didikan siapa si kamu?” pasti itu sindiran yang dilontarkan tetangga jika tahu anak kita berperilaku kurang baik. Hehe.. XP



Aku ingin minta maaf sebelumnya. Aku seorang muslim. Dan semua yang aku sebut sebagai pendapatku di atas adalah yang ingin aku lakukan jika kondisi mendukung. Suami berpenghasilan tetap atau setidaknya cukup untuk menghidupi anak istrinya. Dan jika tidak mendapat izin dari suami untuk bekerja membantunya aku tidak akan bekerja. Intinya aku mengikuti ajaran Islam untuk selalu musyawarah dan terbuka dengan suami, serta yang terpenting meminta izin, dalam hal apapun itu.




では皆さん、secara garis besar kita harus bersyukur bagaimana wanita diperlakukan di masa sekarang ini. Dihargai, bahkan mendapat kesempatan duduk di kursi parlemen. Semua orang setidaknya sudah mengerti bahwa peran wanita itu sangat penting. Terlebih mereka mengerti bahwa wanita mempertaruhkan jiwanya demi melahirkan seseorang yang akan menjadi masa depan bangsa, negara, bahkan dunia. Laki-laki di zaman sekarang pun benar-benar menyayangi wanita dan tak pernah memandangan rendah kaum hawa.



Sekian dari saya. Maaf jika ada yang tersinggung. Sekali lagi, pilihan ada di tangan kalian. Apa yang akan kalian lakukan setelah ini, kemana kalian akan melangkah esok hari, bagaimana masa depan kalian nanti, semua kalianlah yang menentukan. Semoga kita menjadi insan yang bermanfaat. Amin.

Jaya Indonesiaku!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar