Apa itu emansipasi wanita?
Silahkan cari di mbah
google.
Bercanda. J
Bagaimana denganmu? Apa yang akan kau lontarkan sebagai
jawaban darimu jika ada orang yang bertanya seperti itu padamu?
Kesetaraan? Persamaan derajat? Atau anti penindasan terhadap
wanita? Itu terserah pada kalian, kalian ingin menjawab seperti apa dan
bagaimana pandangan diri kalian sendiri tentang emansipasi wanita. Tapi tidak
hanya sebatas kata-kata seperti itu saja. Kesetaraan yang seperti apa?
Kesetaraan dalam bidang apa? Persamaan derajat yang bagaimana?
Pertanyaan-pertanyaan seperti itu pun akan ikut muncul demi menghilangkan
kurangnya pemahaman tentang emansipasi wanita. Dan sekali lagi, seperti apa
kalian akan menjelaskannya pada orang lain?
Sebelumnya, kata ‘emansipasi’ sendiri dalam perjalanan
masyarakat Indonesia dipelopori oleh Raden Ajeng Kartini. Beliau menggerakkan
wanita Indonesia dan berjuang membela rakyat Indonesia. Dengan memberikan
pendidikan kepada kaum hawa-lah ia berperang di masa penjajahan.
Itu zaman dulu. Bagaimana dengan zaman modern ini? Cita-cita
R.A Kartini itu sudah terwujud. Jadi seperti apa emansipasi wanita yang sesuai
dengan zaman ini?
Kembali ke permasalahan awal. Jawaban seperti apa sajakah
yang terlontar dari mulut warga negara Indonesia, terutama wanita itu sendiri,
ketika di zaman seperti ini ada yang bertanya seperti apa emansipasi wanita
itu?
Selama ini pernyataan-pernyataan yang kudengar hampir sama.
Awalnya aku setuju, tetapi lama kelamaan itu menjadi pertanyaan di benakku
antara benar atau tidak.
Kata mereka wanita itu harus dihargai. Wanita itu tidak
boleh ditindas oleh laki-laki. Jika laki-laki bisa sekolah, wanita pun begitu
seharusnya. Jika laki-laki mempunyai kesempatan bekerja, wanita pun seharusnya
iya. Dan juga, ketika laki-laki mampu menghasilkan uang sendiri, kenapa wanita
tidak? Bagaimana menurut kalian?
Lalu aku sharing
dengan teman. Ternyata dia pun sependapat. Memang begitulah seharusnya wanita.
Dan apa yang membuatku bingung? Kalau kau gadis atau
perempuan yang belum berumah tangga, apa salahnya jika bekerja. Berkarya.
Membantu orang lain. Berkontribusi di masyarakat. Menghasilkan sesuatu yang
bermanfaat tidak hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk orang lain dan
lingkungan. それはいいと思います。
Tapi, jika kau seorang wanita yang telah mengikat janji
dengan seorang pria? Bukankah tugasmu bertambah? Mengurus rumah. Mengurus anak.
Melayani suami. そうでしょう?
Sekarang apa yang akan kau lakukan ketika 1 atau mungkin 2
pekerjaanmu memakan waktumu? Tak sedikit, mungkin akan jadi seharian tanpa
henti dari Senin hingga Minggu. Mempekerjakan pembantu? Atau baby sister? Ada
yang mengambil pilihan itu. Tapi jangan salah ada juga yang memilih untuk
meninggalkan pekerjaannya diluar. Aku salah satunya, jika aku sebagai wanita
itu. Kenapa? Bukankah sayang? Pekerjaan-pekerjaan itu memberimu banyak
penghasilan. Yang nantinya juga akan kau berikan untuk anak cucumu. Kau juga
bisa menabung sendiri. Membeli keperluan pribadimu dengan uang yang kau
hasilkan dengan keringatmu sendiri. Yang artinya kau akan benar-benar menjadi
sosok wanita mandiri. Wanita yang tidak bergantung pada suami.
Benar, memang. Tapi alasan dari wanita-wanita yang memilih
jalan sepertiku mungkin sama denganku. Sebenarnya, alasan yang utama untukku,
karena aku ingin akulah yang mendidik anak-anakku. Benar-benar aku dengan
tanganku sendiri. Aku tidak akan membiarkan anak-anakku dididik pembantu atau,
maaf, jadi anak baby sister. Karena mereka tidak akan paham seperti apa cara
mendidik yang aku inginkan. Seperti apa didikan yang akan aku berikan. Jadi aku
benar-benar harus melakukannya sendiri.
Atau mungkin ada diantara kalian yang sangat yakin, meskipun
kita bekerja kita akan tetap punya waktu untuk mendidik anak. Ditambah mengurus
rumah dan melayani suami. Tak apa, itu pilihan kalian. 自分の選択からです。Walaupun
aku yakin, didikan seorang wanita yang murni hanya seorang ibu rumah tangga
akan berbeda dengan seorang wanita karier, kalau boleh aku sebut. Baik cara
maupun hasilnya nanti.
“Lalu untuk apa kau sekolah tinggi-tinggi sampai S1. Kalau
hanya akan jadi ibu rumah tangga bukankah tak perlu repot-repot mencari ilmu
jauh-jauh?” kata temanku. Lingkungan yang mendidik budi pekerti pertama seorang
anak adalah lingkungan keluarga. Yang berarti ayah dan ibunya. Dengan kenyataan
ibunya yang akan lebih dekat dengan anak dan akan selalu dicari dan disebut
setiap waktu oleh anak. “Ibu… Ibu…”, “Mama…”, “Bunda…”. Bukankah begitu? Ibu,
ibu juga yang nantinya akan mendidik anaknya. Lalu bagaimana jika ‘guru di
rumah’ ini tidak pandai? Anaknya mungkin saja tak akan sepandai anak-anak
sebayanya yang memiliki ibu pandai dan cerdas. Atau budi pekertinya akan lebih
buruk dari anak-anak yang dididik budi pekerti yang baik di rumah. Apa lagi,
rumah adalah tempat anak dididik dari kecil yang artinya seperti apa budi
pekertinya di rumah, seperti itulah sikap, attitude
yang akan ia bawa hingga ia besar nanti dan akan mendarah daging. Jadi apa
wanita, tidak peduli ia hanya ibu rumah tangga atau wanita karier , tidak perlu
pendidikan? Pengetahuan? Mengenyam bangku sekolah? Bagaimana? Logis bukan?
Kita semua tahu, peran wanita itu sangat penting. Kalian
pasti sering mendengarnya, dibalik kesuksesan seorang suami ada istrinya yang
selalu mendukung dan membantunya. Dibalik suksesnya seorang anak ada ibunya
yang selalu berdoa untuknya.
Tuhan itu adil. Laki-laki dan perempuan mempunyai kodratnya
masing-masing. Tugas dan peran yang sama-sama penting. Anak-anak yang wanita
ini didik adalah pilar-pilar bangsa. Bagaimana mungkin pilar-pilar ini akan
kuat jika ia tak punya karakter, tak punya budi pekerti yang baik, moralnya
rusak dan tak pandai? Lalu siapa yang disalahkan jika kondisinya seperti itu?
Siapa yang patut disalahkan jiga bangsa rusak karena pilar-pilarnya yang lemah?
“Didikan siapa si kamu?” pasti itu sindiran yang dilontarkan tetangga jika tahu
anak kita berperilaku kurang baik. Hehe.. XP
Aku ingin minta maaf sebelumnya. Aku seorang muslim. Dan
semua yang aku sebut sebagai pendapatku di atas adalah yang ingin aku lakukan
jika kondisi mendukung. Suami berpenghasilan tetap atau setidaknya cukup untuk
menghidupi anak istrinya. Dan jika tidak mendapat izin dari suami untuk bekerja
membantunya aku tidak akan bekerja. Intinya aku mengikuti ajaran Islam untuk
selalu musyawarah dan terbuka dengan suami, serta yang terpenting meminta izin,
dalam hal apapun itu.
では皆さん、secara garis besar kita harus bersyukur bagaimana
wanita diperlakukan di masa sekarang ini. Dihargai, bahkan mendapat kesempatan
duduk di kursi parlemen. Semua orang setidaknya sudah mengerti bahwa peran
wanita itu sangat penting. Terlebih mereka mengerti bahwa wanita mempertaruhkan
jiwanya demi melahirkan seseorang yang akan menjadi masa depan bangsa, negara,
bahkan dunia. Laki-laki di zaman sekarang pun benar-benar menyayangi wanita dan
tak pernah memandangan rendah kaum hawa.
Sekian dari saya. Maaf jika ada yang tersinggung. Sekali
lagi, pilihan ada di tangan kalian. Apa yang akan kalian lakukan setelah ini,
kemana kalian akan melangkah esok hari, bagaimana masa depan kalian nanti,
semua kalianlah yang menentukan. Semoga kita menjadi insan yang bermanfaat. Amin.
Jaya Indonesiaku!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar