Kuawali dengan doa, semoga tulisan ini menginspirasi.
“Tetap akan pergi merayakan moment tahun baru sementara
saudara-saudara kita berduka diluar sana? Banjir di Bandung, tanah longsor,
pesawat jatuh.” Aku baca kalimat itu di beranda facebookku.
Aku pribadi hampir mati rasa dengan hari-hari istimewa. Aku
tak memikirkan apa yang akan aku lakukan di hari ulang tahunku. Apakah aku akan
mendapatkan sesuatu yang istimewa. Aku juga tak terlalu peduli dengan hari
ulang tahun teman-teman dan orang-orang di sekelilingku yang membuatku malas
mengucapkan “selamat ulang tahun” dan hanya berdoa diam dalam hati untuk mereka,
disamping sifatku yang memang cuek tak peduli. Terkecuali hari ulang tahun
keluargaku, yang setidaknya aku akan memaksa kedua orang tuaku untuk bersedia
pergi keluar walaupun entah pergi kemana. Dan satu lagi HUT RI yang bulan
Agustus lalu aku tak ingin merasakan tertinggal siaran upacara di Istana
Merdeka meskipun lewat televisi. Intinya, aku hampir mati rasa dan tidak
mengerti, apa si istimewanya tahun baru?
Tidak salah kita mengistimewakan hari dan tanggal tertentu. Aku
tak menyalahkan siapapun. Buktinya dengan tulisan ini aku juga sedikit
mengkhususkan malam tahun baru, yakni dengan Review dan Resolusi, mungkin. Jadi
aku harap kalian tak melewatkan moment malam ini tanpa mengucap doa sama
sekali. Setiap hari, tak kenal pagi atau malam, kita seharusnnya selalu berdoa,
tidak hanya menyalakan kembang api yang hanya bisa dinikmati dalam beberapa
menit.
Berdoa dimulai. *abaikan
Review 2014
Akhir-akhir ini tak jarang aku melewatkan malam tanpa
menulis diary. Tapi semoga saja aku tak melewatkan untuk menulis semua
pelajaran hidup yang aku dapatkan selama tahun 2014.
Di awal tahun 2014, bulan Januari, aku menjalani hari-hariku
di kampung halaman, Purwokerto. Membantu ibuku mengurus rumah, latihan pencak
silat di SMA dan mulai belajar mengajar adik-adikku lagi di SMA. Dan di bulan
ini nenekku berangkat untuk menunaikan ibadah umroh. Alhamdulillah.
Di bulan kedua aku kembali beraktivitas di Jakarta. Sering
kali terpikir betapa inginnya aku untuk bekerja memenuhi biaya hidupku di
Jakarta sehingga aku tak perlu lagi meminta uang pada orang tua. Sementara itu
di organisasi aku diajak untuk berkontribusi di BEM Fakultas, tetapi aku sadar
aku bukan orang sekuat itu mengemban 2 amanah sekaligus dalam waktu yang
bersamaan. Jadi aku memutuskan untuk konsentrasi di HIMA Jurusan. Di bulan
Februari aku dan teman-teman BPH mulai mempersiapkan bagaimana HIMA di tahun
kepengurusan kami. HIMA, JIMAT dan akademik. Semua harus seimbang, itu inginku.
Dan tak henti berharap selalu diberi kemudahan. Ada lagi, aku bersyukur karena
ALLAH masih melindungi keluargaku karena ibu hampir saja kena tipu, tapi Alhamdulillah
masih dilindungi. Februari ini mulai terlihat betapa banyak tugas menanti.
Di bulan Maret aku mulai merasa terusik dengan salah satu
teman dekatku yang keras kepala, tapi aku juga belajar. Aku berusaha agar aku
tidak berujar “Kau salah”, jika aku sedang bertukar pendapat dengan seseorang. Aku akan ikuti caranya, dan masuki dunianya, kemudian di akhir, itu akan jadi
keputusanku apakah pendapat yang tadi kami bicarakan salah atau benar. Yang
jelas aku tak ingin menyakiti perasaan orang lain dengan langsung mengatakan
bahwa dia salah atau semacam itu. Kita berbagi dan lagi aku tidak suka
perdebatan. Selain itu di organisasi, kami sempat mengalami kesulitan mencari
ketua untuk kegiatan Rapat Kerja. Sebuah kalimat yang muncul dibenakku, “Susah
ya mencari nama dari mahasiswa 2012 untuk menjadi Ketua Raker. Susah!”. Amat
susah. Heran, kenapa teman-teman tidak mau mencoba untuk belajar. Haruskah
orang, orang ini lagi yang menggerakkan? Tapi akhirnya ada orang yang bersedia,
yang aku yakin dia akan lebih maju dikemudian hari dari teman-temannya. Amin. Lalu
aku diamanahkan untuk mendukung, membimbing dan mengawasi M.Ichwan, dia teman
seangkatanku; Rhino, Nisa, dan Ipeh, angkatan 2013. Terima kasih banyak karena
kalian bersedia menerima Ka.Div sepertiku serta bersedia bersama berkomitmen
untuk memberikan yang terbaik untuk HIMA dan lingkungan.
Aku menulis diary di tanggal 3 Maret dan ada sebuah tulisan
di sana. “Walau bukan kau, tapi kau membuatku sadar bahwa aku hanya
menginginkan orang sepertimu”. Ya, aku hanya teringat kembali akan seorang pria
yang aku kagumi. Saat itu memang saat pertama kali aku melihatnya. Tetapi saat
itu adalah saat dimana ia berbicara, memberi ilmu, memotivasi orang lain dan,
dia mengajak kami untuk bermimpi. Nyaman melihatnya. Dan bersyukurlah engkau
yang dipimpin imam sebaik beliau. Memang ya, aku selalu senang melihat orang
cerdas. XD Satu lagi, aku mencari banyak informasi tentang Yuya Matsushita dan
Uehara Takuya. Mereka menginspirasi dan yang terpenting mereka berbakat dan
total dalam berkarya. Mungkin diantara kalian ada yang mengenal atau bahkan
fans kedua orang itu.
Sementara itu di akademik, beberapa kali temanku meminjam
hasil pekerjaan rumahku untuk disalin di hari pengumpulan tugas itu. Kalian
tahu apa yang aku pikirkan? Sebal, mungkin. “Hei, ayolah aku berusaha
mati-matian mengerjakan itu semalaman di kamar kost, dan kau dengan mudahnya
menyalin jawabanku dan mendapat nilai bagus?”. Siapa yang tidak kesal? Tidak,
tidak. Sebenarnya aku selalu merasa kasihan jika masih ada anak-anak seperti
itu. Mau jadi apa dia saat dia besar nanti. Semasa SMA pun aku menyayangkan
teman-temanku yang seperti itu, tapi disisi lain, aku akan berusaha mengatakan “iya”
ketika teman-teman meminta izin untuk datang kerumahku dan memintaku belajar
bersama mereka. Aku lebih senang dengan teman-teman yang seperti itu. Bayangkan
jika semua anak Indonesia seperti itu. Cahaya menanti Indonesia.
Next, kita lihat apa yang aku dapat di bulan April.
UTS. Hei, hei. Hal yang seperti itukah? Tapi UTS semester
100 itu cukup menguras segalanya. Aku merasa benar-benar khawatir. Tapi di
bulan ini kami berkenalan dengan orang Jepang melalui dosen kami tentunya, dan
saat tanggal 5 beliau mentraktir kami makan. Sangat menyenangkan dan mengenyangkan.
Beberapa teman kelasku yang telah mengatakan akan datang mendadak tidak bisa
hadir. Dan yang aku dengar diantaranya alasan mereka membuatku ingin tertawa. Benar
apa yang sering dibicarakan dosen-dosenku saat itu, anak kelas A pintar tapi
sayang attitudenya tidak mereka jaga.
Aku pun sangat menyayangkan itu.
Di organisasi, aku mulai dengan menjadi panitia di “Supiichi
to Kanji Kontesuto”. Dan, hei, apa kalian pernah mendengar, orang bertipe
golongan darah B itu di dalamnya jauh berbeda dengan apa yang terlihat diluar.
Itu aku? Ya, aku rasa 80% benar. Tidak sedikit teman-teman yang terkadang
menjahiliku, tapi apa yang kulakukan, aku ikut tertawa dengan tawa sama seperti
mereka yang tertawa karena puas menjahiliku. Salah satu temanku pernah bilang
padaku, aku tidak seharusnya selalu diam. Manusia punya batasan sampai dimana
ia bisa menahan semua itu. Dan terkadang aku merasa tidak dihargai. Tapi tetap,
aku tahu kalau sebenarnya semua karena diriku sendiri, aku yang salah. Cukup
soal itu, karena aku benar-benar bersyukur dengan kegiatan Family Gathering
yang diadakan tanggal 12 April. Aku benar-benar bersyukur. Aku merasakannya.
Kami mahasiswa Jurusan Bahasa Jepang UNJ, kami pengurus HIMA Bahasa Jepang, dan
kami keluarga. Terima kasih, teman.
Aku sempat menegur temanku di sosial media karena aku menyayangkan
statusnya yang menurutku tak seharusnya dia mempublikasikan statusnya yang
seperti itu. Jika Raditya Dika bilang alay adalah proses menuju dewasa
bagaimana jika alaynya tak didasari dengan pikiran yang dewasa apa lagi jika
usia orang itu tidak bisa disebut remaja lagi.
Terakhir di bulan April, ada sebuah kata-kata yang aku
tulis, “Aku akan ukir jejak hidupku dengan caraku sendiri”.
Lanjut ke bulan ke lima, aku mendapat motivasi dari acara
yang aku datangi di Masjid Istiqlal, One Day One Juz. Alhamdulillah. Sementara
itu kekuranganku mengusikku. Bagaimana cara mengubahnya? Aku terus
memikirkannya. Aku tidak rajin, aku kurang tegas, dan aku tidak peka. Aku terus
menyemangati diriku sendiri untuk belajar rajin dan rapi sedikit demi sedikit. Aku mulai tak pernah bisa menyempatkan waktu untuk belajar,
padahal bulan Mei itu sedang UAS.
Meluncur ke bulan Juni, dimana UAS sudah berakhir dan PKM Fakultas pun terlaksana tanpa kendala yang berarti. Banyak ilmu yang aku dapat tentunya. Dan aku juga mulai dipusingkan dengan JIMAT.
Bulan Juli aku ada di Purwokerto. Melaksanakan ibadah puasa
bulan Ramadhan bersama keluarga. Tapi kalian pikir liburanku seperti apa? Tentu
saja liburan yang penuh pikiran. Bayangkan saja bagaimana rasanya meninggalkan
HIMA, meninggalkan Kestari, meninggalkan JIMAT. Itu yang di Jakarta. Yang di
Purwokerto sendiri pun ada, dari adikku, orang tua sampai adik kelas di SMA.
Berat di pikiran memang ketika badanku tak ‘bekerja’. Dan itu lebih melelahkan
dan menguras tenaga. Bulan yang ramai dengan Pemilu Presiden dan kabar
saudara-saudara kita di Gaza.
Bulan berikutnya bulan dimana mahasiswa UNJ membuka akun
siakad mereka dan melihat Kartu Hasil Studi mereka. IP turun dan dipindahkan ke
kelas B. Aku hanya bisa pasrah. Itulah hasil dari usahaku yang menurutku
benar-benar buruk. Mengemban amanah itu tak mudah, kawan.
Bulan Agustus aku menyaksikan upacara Pengibaran Sang Saka
Merah Putih dari televisi. Yang aku pikirkan? Senang, bersyukur. Budaya
Indonesia yang banyak dan kekayaan alam yang melimpah. Tapi juga sakit ketika
mengingat bangsanya masih butuh belajar lebih banyak lagi. Ingin rasanya
Indonesia menjadi negara Adidaya. Amin.
Septemberku menjadi bulan penuh doa. Ya ALLAH, terangi jalan
kami. Terangi jalan kami yang sedang berjuang di jalanMu. Kami ingin
membahagiakan mereka yang kami sayangi. Kami ingin mengabdi untuk negara yang
kami cintai. Kami ingin dekat denganMu dan Rasulullah SAW. Ya ALLAH…
Aku hanya ingin menjadi guru, mengajarkan mereka yang
benar-benar membutuhkanku. Aku ingin berjuang untuk adik-adik atau mungkin
anak-anakku ini. Aku ingin mereka menjadi pribadi yang baik, berkarakter,
bermoral dan memiliki tata krama. Aku ingin semua orang Indonesia mau berjuang
bersama untuk membangun negri.
Selebihnya masih sama. Tugas yang menumpuk, batas waktu yang
mengejar dan semua soal JIMAT.
Di bulan Oktober kondisi tubuhku sempat turun. Aku harap sesibuk apapun kalian jangan sampai kalian jatuh sakit. 健康、気をつけてね。
Kehadiran orang tuaku ke Jakarta melepas penatku dari
rutinitas sehari-hari. Setidaknya aku bersyukur masih bisa melihat wajah
tersenyum mereka. Mengunjungi acara pernikahan kakak sepupu di Bandung dan
menjenguk adik dari nenek di Cirende.
Bulan November bulannya JIMAT dan saat JIMAT selesai
terlaksana bagaimana perasaan teman-temanku ya? Entahlah, mungkin karena sudah
terlalu lelah dengan semua persiapannya, aku merasa datar-datar saja di JIMAT
2014. Tapi kualitas kerja panitia cukup bisa aku banggakan. Sekali lagi, terima
kasih. Hanya sampai tanggal 2 malam kualitas itu ada, itu yang aku rasakan.
Karena evaluasi JIMAT benar-benar tidak efektif. Sayang sekali dan aku harap
tak akan terulang lagi.
UAS sedang aku jalani di bulan Desember ini, lebih tepatnya pekan
depan di bulan Januari. Semoga saja IPSku naik. Amin.
Lumayan, terlalu panjang dan membuat mood hilang untuk
membaca? Haha. Maaf.
Hanya sekedar tambahan, akhir-akhir ini aku sering
memikirkan hal-hal seperti, yang aku tulis sebelumnya, Emansipasi Wanita, Hari
Raya Natal yang membuatku bertanya bagaimana seharusnya aku yang seorang
muslimah bersikap. Semoga ALLAH menerangi jalan kita. Amin.
Jakarta, 31 Desember 2014