Judul : Kopi Sumatera di Amerika
Penulis : Yusran Darmawan (Kompasianer of The Year 2013)
Tahun : 2013
Penerbit : Noura Books, Jakarta
Tebal : 268 halaman
ISBN : 978-602-1606-08-7
“Gara-gara keranjingan menulis blog, aku dapat beasiswa ke Amerika. Kubayangkan, aku akan tinggal di sebuah negara megah dan adidaya, tempat segala impian bisa terwujud. Namun, aku melihat sepotong kenyataan lain. Orang miskin menuntut haknya. Pengemis dan homeless masih tersisa di sudut-sudut kota. Di tengah perayaan hari kemerdekaannya, ternyata masih ada teriakan-teriakan pencarian kebebasan.
Pada saat yang bersamaan, aku menemukan keindahan negeriku. Kau akan tahu bahwa kopi andalan Starbucks adalah kopi asli Indonesia. Patut berbangga, koleksi komik RA Kosasih—sang legenda komik Indonesia—berjajar rapi di Library of Congress, perpustakaan terbesar di dunia. Dan hatiku sungguh haru, saat menonton pertunjukkan wayang Bali yang dipentaskan oleh seorang professor Ohio University.
Mungkin Indonesia memang masih perlu belajar dari dunia luar. Namun jika mau melihat ke dalam diri, sesungguhnya kita punya kekuatan yang luar biasa!”
Tak bisa dipungkiri. Setelah mengalaminya sendiri, memang masih terlalu banyak ilmu yang perlu disimpan untuk dibawa pulang ke Indonesia. Aku bersyukur bisa mencicipi bagaimana rasanya bertegur sapa dengan dunia luar dan melihat bagaimana orang-orang disana hidup. Meskipun aku mengaku masih terlalu jauh dari kualifikasi untuk bisa berbincang jauh, dapat memahami karakter dan pemikiran mereka, serta menggali makna kehidupan hanya dari perkataan yang mungkin tak lebih dari setengah halaman kertas A4. Dan membaca buku ini membuatku belajar untuk mengambil makna dari sudut pandang yang lain, memperhatikan lingkungan dan lebih peka, terus belajar serta berinteraksi dengan lebih banyak orang. Bersyukur dengan yang sekarang, dipilih untuk menjadi pendengar setiap orang-orang di sekitar ingin bercerita mengungkapkan isi hati, sementara aku belajar dari mendengarkan kisah mereka itu, namun masih kurang, kurang, dan kurang. Harus belajar lebih banyak lagi. Manusia tak akan pernah puas walau ilmu pengetahuan atau apapun itu yang ia inginkan telah terpenuhi.
Dalam bukunya ini, penulis menceritakan banyak pengalaman selama ia belajar di negeri adidaya, Amerika. Mengungkapkannya dengan kata-kata, mencoba menorehkan tinta menggambarkan Amerika dalam kanvas imajinasi pembaca. Tak hanya mengungkapkan apa yang ada di Amerika namun juga semua pemikirannya tentang negeri Paman Sam dikaitkan dengan apa yang ada di tanah air.
Dari belajar memahami sistem belajar di kampus Amerika, juga pendapat penulis tentang bahasa, di mana pemikiran, ide, gagasan lebih dihargai tinggi meskipun bahasa Inggris pas-pasan. Perbedaan pemikiran siswa, mahasiswa Amerika dengan Indonesia. Penulis juga menceritakan semua bau Indonesia yang tercium di tanah Amerika. Dari kopi asli Indonesia, wayang dan lain sebagainya seperti yang telah diungkapkan. Melihat dan mendengar mahasiswa Jepang yang belajar bahasa Indonesia saja sudah senang, bahagia dalam hati, apalagi jika kuterbang juga ke Amerika melihat orang-orang di sana bermain gamelan? Bahkan salah seorang profesor dari Ohio University memainkan wayang Bali.
Penulis buku “Kopi Sumatera di Amerika” ini pun menceritakan bagaimana beberapa pemandangan tak terduga di sudut-sudut kota sebuah negeri Adidaya tertangkap retina matanya seperti yang diungkapkan dalam sinopsis buku. Aku berpikir bahwa semua bangsa sama setelah membaca bagian ini. Setiap bangsa pasti memiliki masalahnya masing-masing. Tinggal bagaimana cara kita menyelesaikan masalah itu. Tuhan Maha Adil.
Sejak berkuliah di kampus pendidikan, Universitas Negeri Jakarta pun isi kepalaku dipenuhi dengan masalah pendidikan. Harus itulah yang selalu aku lihat agar aku mampu bekerja profesional. Dari pendidikan usia dini, perguruan tinggi. Formal, informal, serta non formal. Berkaitan dengan itu, menjadi salah satu bahasan yang menarik ketika membaca tulisan Yusran mengenai anak-anak di Amerika. Jelas berbeda dengan perlakuan orang dewasa di Indonesia yang lebih terkesan selalu menggurui dan memarahi. Orang tua di Indonesia yang berpandangan bahwa anak haruslah mematuhi semua kata orang tua karena orang tua lebih banyak tahu dari anak kecil masihlah terlalu banyak aku rasa. Pemikiran seperti itu menjadikan cara mendidik yang kurang baik karena tak mampu memaksimalkan potensi anak. Orang tua di Amerika terkesan selalu menyamakan derajat anak dengan mereka. Orang tua yang mengucapkan ‘maaf’ kepada anak kecil adalah hal biasa, begitu juga ‘terima kasih’. Mereka mampu menjelaskan apapun kondisi mereka kepada anak sehingga anak mengerti.
Satu hal lagi yang tak boleh terlewatkan ketika kita, seorang muslim, menceritakan pengalaman hidup di negeri orang, sudah pasti ialah menjalani hari-hari sebagai pemeluk agama Islam di negeri dengan mayoritas warga non muslim. Dibandingkan denganku yang tak menjalani puasa dan hari raya di negara orang, Yusran bercerita lebih banyak tentang muslim di Amerika. Aku pun paham bagaimana rasanya bertemu dengan sesama muslim di negeri minoritas seperti Amerika. Beribadah di masjid tertua di Jepang—Masjid Kobe—pun sudah senang sekali rasanya.
Dan masih banyak cuplikan kehidupan Yusran di Amerika yang lain yang pastinya menginspirasi. Sebagai anak yang tumbuh di keluarga yang untuk membeli buku sekolah pun harus bersusah payah, serta tak dikenalkan dengan kebiasaan buku sejak kecil, ingin rasanya membaca lebih banyak buku seperti karya hebat Yusran Darmawan ini.
Yusran melihat nilai kehidupan yang berharga dari sebuah hal yang mungkin jika orang lain lihat bukanlah sesuatu yang seberat itu. Yusran mampu menarasikan pemikirannya dengan baik. Sebuah pemikiran kritis yang positif dan berpandangan jauh ke depan. Caranya mengambil sudut pandang akan suatu kejadian sekecil apapun itu mampu ia ungkapkan sehingga siapapun yang membaca catatan sejarahnya akan ikut berpikir.
Berada jauh dari tanah air memberikan pelajaran yang sangat berharga. Seperti yang ia ungkapkan betapa kita masih jauh dari negara-negara maju itu. Betapa masih banyak hal yang kurang dari kita. Banyak hal yang harus kita pelajari dari dunia luar. Namun Yusran seolah tak menampik bahwa seperti apapun kondisi kita saat ini, satu-satunya alasan mengapa kita masih ada di sini hanyalah karena kita masih dan akan terus mencintai Indonesia.
Tak ada yang mengharamkan ilmu pengetahuan. Menggali ilmu adalah hal yang penting. Untuk itu kita berjuang mencari setetes demi setetes air kesana kemari tak lain demi bangsa sendiri. Ilmu pengetahuan bukan untuk ditinggalkan, bukan untuk diterlantarkan hanya karena kita merasa tidak butuh. Ilmu pengetahuan bukan hanya sebagai pajangan di atas meja kerja. Ilmu pengetahuan bukan sesuatu yang harus ditakuti. Yang perlu kita takutkan ialah ketika kita menjadi orang yang semakin berakal namun akal kita menutupi mata hati. Menjadi manusia pendusta, bermuka dua, naif, dan keji.
Melihat ke bawah perlu agar kita bersyukur. Namun ilmu pengetahuan, pengalaman berharga di luar sana masih terlalu banyak, untuk kita cepat merasa puas. Pengalaman berharga yang mungkin tak akan kita dapatkan di tempat lain. Pengalaman berharga, bermanfaat untuk diri sendiri, keluarga atau mungkin bangsa dan negara.
Tak hanya pembelajaran dari luar. Ketika kita di luar, jauh dari tanah pertiwi terkadang, seolah terngiang nasehat ibu di rumah, justru tanah pertiwilah yang memberikan pelajaran berharga. Selain itu, selalu berada di zona aman tidaklah buruk. Namun seseorang yang terjatuh di pertarungan bukanlah orang gagal, mereka yang tak pernah maju dalam pertarunganlah orang yang tak pernah berkembang. Selalu berada di lingkungan yang satu pemikiran dengan kita bukanlah hal berbahaya. Namun orang sukses adalah mereka yang berani keluar untuk menjemput pengalaman bak berlian. Mendapat ilmu pengetahuan yang telah disajikan, kita harus bersyukur, namun kita pun harus malu karena tak berkembang jika tetap diam dalam zona aman tanpa mencari zona pertarungan untuk meraih medali emas.
Untuk saat ini hanya ini yang bisa kusampaikan. Sekian dan terima kasih.
Jaya Indonesiaku!
Salam! :)b
Tidak ada komentar:
Posting Komentar