Sekali lagi, belum pernah aku menulis entri seperti ini.
Minggu, 24 April 2016.
Hari itu aku melakukan perjalanan kecil dari rumah saudara kembali ke kost. Aku menggunakan moda transportasi bis Transjakarta. Dari halte Pancoran aku naik bis ke arah PGC dan turun di halte UKI lalu berganti bis ke arah Tanjung Priok. Ketika naik ada segerombolan anak laki-laki yang sepertinya seumuran anak SMA. Mereka berdiri bergerombol di dekat pintu.
Sejak masuk pun mereka sudah ribut-ribut sendiri. Sampai beberapa menit bis berjalan mereka masih mengobrol dan tertawa dengan suara yang cukup mengganggu penumpang lain. Hingga beberapa penumpang yang duduk di daerah wanita menegur walau dengan suara kecil "ssst...". Namun teguran kecil itu tak diindahkan. Mereka tetap saja berbicara, mengganggu penumpang lain.
Hingga akhirnya ketika telah melewati sebuah halte, di jalur busway yang tak macet serta tak ada masalah dengan kondisi bis tiba-tiba bis berhenti. Lebih tepatnya sang sopir menghentikan jalan busnya dan bangkit berdiri.
Dari yang aku lihat beliau berumur sekitar 40 tahun. Sopir laki-laki itu berbadan kurus dan tak terlalu pendek. Beliau berjalan mendekati gerombolan anak itu.
"Kalau kalian ga bisa tenang, turun!" begitu ujar beliau dengan nada yang langsung tinggi.
"Kalian bisa ga hormati penumpang lain?! Kalian sekolah ga si?!" Lalu anak-anak itu diam tak menjawab.
"Sekolah ga?! Diajarin ga si di sekolah?!! Ini bis, bukan metro mini!" Kira-kira begitulah yang beliau katakan. Setelah itu ia kembali duduk dan menjalankan bisnya. Di tegur keras seperti itu tak membuat mereka langsung diam. Masih terdengar sedikit suara-suara berisik dari mulut mereka. Barulah kemudian teguran halus keluar dari mulut petugas Transjakarta yang berdiri di pintu.
Tadinya aku memang terkejut dan sempat bertanya dalam hati bukankah teguran keras itu yang membuat hati atau perasaan penumpang risau dan tak tenang? Karena jujur saja aku sedikit takut jikalau sang sopir mengamuk karena kehilangan kontrol emosinya. Tapi tidak. Aku juga sepertinya menyukai tindakan beliau. Menurutku ia benar-benar loyal dan profesional dalam bekerja. Ia mengerti dan paham benar apa kewajiban dan haknya sebagai petugas Transjakarta. Walaupun kita pegawai, mempunyai atasan, kita tetap punya hak sesuai peraturan yang berlaku atau kita sebut kontrak kerja. Kita bisa saja memarahi atasan jika memang ia tak bekerja sebagaimana mestinya. Kita hidup di dunia yang penuh aturan. Semua ada aturannya, baik yang tertulis atau tidak. Setiap orang juga punya hak asasinya. Sebagai penumpang bukan hanya karena kita membayar lalu kita berhak bertindak seenaknya. Petugas memiliki kewajiban menjaga kenyamanan penumpang lain dan berhak menegur penumpang yang membuat gaduh.
Sebelumnya, ketika menegur sang sopir sempat mengatakan bahwa anaknya sepantaran dengan anak-anak pembuat gaduh itu. Pikirku, mungkin anak-anaknya dididik oleh beliau dengan disiplin tinggi.
Berbeda senior dengan junior. Mungkin karena petugas yang berada di pintu tak kunjung bertindak, sang sopir pun turun tangan. Yang senior memang terlihat bedanya.
Dengan tulisan ini aku berharap akan semakin banyak dari kita yang belajar dari orang lain. "Orang tua lebih banyak makan garam". Memang hal itu tidak pernah salah. Selalu ada saja yang bisa kita pelajari dari mereka yang terjun ke suatu bidang lebih dulu. Selalu ada yang bisa kita ambil pelajaran dari setiap detik kehidupan. Aku harap kita bisa bekerja dengan profesional. Melaksanakan kewajiban dan mengambil apa yang menjadi hak kita. Di dalam kantor sekalipun. Di jalanan sekalipun. Tak peduli apapun profesimu ketika kau bekerja dengan profesional, itu akan tetap terlihat keren dimata orang lain.
Jadi, semangatlah setiap melakukan pekerjaan kalian. Menyapu halaman, mengerjakan PR, ataupun memimpin rapat paripurna. Profesional dengan tak menghilangkan hati nurani dan rasa saling menghormati.
Semangat kerja!
Jaya Indonesiaku!
Salam. :)b
Tidak ada komentar:
Posting Komentar