Hari ini aku dibuat sakit hati. Dia bilang kalau lagu-lagu
yang sering aku dengarkan tidak bermutu. Mereka tidak tahu tentang seni. Mereka
tidak tahu tentang musik. Tapi mereka bisa dengan mudahnya mengatakan itu dan
membuat hatiku remuk. Sungguh. Aku sakit hati.
Kalau saja musisi itu tahu. Aku tak bisa bayangkan sekeras
apa tawa mereka nanti. Sungguh. Itu memalukan. Kalau aku jadi mereka, aku
takkan pernah mengeluarkan pendapat-pendapatku lagi karena aku sadar kalau aku
bodoh. Tapi tidak dengan mereka.
Aku penggemar music-music jepang. Mulanya aku menyukai
lagu-lagu soundtrack anime, seperti lagu-lagu yang dibawakan Aqua timez, Yui,
Flow, UVERworld, dan banyak lagi hingga sekarang saat aku menjadi seseorang
yang sangat amat mengagumi the GazettE, band visual kei dari Jepang. Aku
menikmati musik mereka sudah lebih dari 5 tahun. Itu waktu yang cukup untukku
agar aku mengerti perbedaan musik-musik dari musisi Jepang itu dengan lagu-lagu
yang di ciptakan orang-orang tanah airku, Indonesia.
Menurutku, musik jepang sangat berbeda dengan Indonesia.
Indonesia memiliki banyak band-band baru yang rata-rata menciptakkan lagu yang
hampir tak ada bedanya dengan lagu-lagu band lain. Bahkan aliran band-band itu
banyak yang sama. Musik-musik mereka monoton dan mereka kurang mengeksplor
keahlian mereka dalam bermain musik. Itu yang membuatku tak tertarik saat
mendengarnya dan cepat merasa bosan.
Sementara music manca, termasuk jepang, tak monoton dan
tanpa batasan. Contoh the GazettE yang aku tahu, mereka selalu memberikan warna
yang berbeda. Musik mereka tanpa batasan. Banyak aliran musik yang mereka
ambil. Dan yang jelas, musik mereka tak membosankan walau butuh berkali-kali
mendengarkan hingga aku dapat benar-benar menikmati musik mereka. Ya, lagu
jepang memang tak cukup di dengarkan satu kali. Harus berulang-ulang. Terutama
lagu-lagu dengan beat cepat. Kalau kalian perhatikan, tidak ada satu pun lagu
the GazettE yang penciptanya orang lain. Artinya lagu-lagu yang mereka bawakan
asli ciptaan mereka sendiri. Tidak seperti di Indonesia yang bisa dengan mudah
terkenal dengan membawakan sebuah lagu apa saja tak peduli ciptaan siapa. the
GazettE bermain musik itu karena itulah jiwa mereka. Jika mereka memainkan lagu
ciptaan orang lain, artinya mereka tidak bermusik dengan jiwa mereka tetapi
justru dengan aliran orang lain, orang yang menciptakan lagu tersebut. the
GazettE bermusik sesuka hati mereka, mereka tak peduli apa kata orang lain.
Karena itu bahasa mereka. Mereka benar-benar bermain musik karena mereka suka.
Bukan paksaan atau bahkan hanya karena ingin terkenal. Itulah yang membuat
orang-orang dalam dunia musik adalah orang-orang yang memang loyal dan ahli di
bidangnya sehingga dapat menciptakan karya hebat untuk Negri sendiri.
Aku tak pernah bosan mendengarkan lagu-lagu dari the GazettE
dan aku selalu dapat menikmatinya saat aku memutar lagu-lagunya dan
mendengarkannya dari headset atau headphone. Tidak hanya liriknya yang berbeda
dengan lirik lagu-lagu baru dari band-band baru Indonesia itu yang tanpa
kiasan, tapi juga musiknya yang selalu berbeda, sangat mengasyikkan.
Aku cinta Indonesia. Bahasa, budaya, pakaian adat, musik
tradisional, tarian, makanan, semua itu, serta orang-orangnya yang ramah. Tapi
tidak dengan orang-orang masa kini yang sangat bergantung pada teknologi,
Amerika, kaum Yahudi. Tidak seluruhnya buruk, dan aku tahu, tanpa Amerika kita
akan lebih miskin lagi. Tapi saat orang-orang negaraku ini mulai menghilangkan
kecerdasan mereka dan hanya mengandalkan orang lain, saat mereka menghilangkan
kekreatifitasan mereka, tak peduli budaya kita, tak mau melihat kenyataan, saat
itulah kita terpuruk. Aku sakit Negaraku di abaikan. Aku sakit Negaraku di
hancurkan. Aku sakit Negaraku jadi bobrok karena warganya sendiri. Dari anak
SD, yang psikologisnya mulai terganggu karena di biarkan menonton sinetron dan
melihat penyanyi-penyanyi muda jaman sekarang, pelajar SMP dan SMA yang hanya
mengandalakan oknum penindas Pendidikan Indonesia saat melaksanakan Ujian
Nasional, para mahasiswa yang berusaha keras meraih gelar tinggi namun akhirnya
terlantar dijalanan tanpa mau berpikir dan mengembangkan inovasi mereka, sampai
para Tikus di pemerintahan.
Ditambah budaya asing yang sepertinya gampang sekali
menyebar di sini. Membuat Indonesia makin terlihat seperti 'plagiat' sejati.
Dan yang paling buruk, tak punya jati diri.
Aku ingin yang terbaik untuk negaraku. Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar