Sampah menjadi penyebab banyak permasalahan di lingkungan, salah satunya banjir. Bencana yang identic dengan Ibukota Jakarta. Setiap tahun dalam dua tahun terakhir sebagian besar wilayah di Ibukota Jakarta terendam banjir saat musim penghujan tiba. Sampah yang menumpuk dan warga yang membuang sampah sembarang ke sungai merupakan salah satu penyebab terjadinya banjir. Sistem perairan yang tersumbat dan sungai yang semakin lama semakin dangkal. Kebiasaan membuang sampah sembarangan menjadi masalah kecil yang merugikan berjuta-juta masyarakat Indonesia. Kebiasaan buruk tersebut bukan permasalahan bagi segelintir orang saja. Kebiasaan buruk lahir dan hampir mendarah daging pada diri seseorang dikarenakan kebiasaan yang tumbuh sedari kecil. Tak hanya kebiasaan baik, banyak masyarakat yang memiliki kebiasaan buruk karena pendidikannya sejak kecil.
Membuang sampah pada tempatnya serta menjaga kebersihan lingkungan memang terdengar mudah. Namun jika itu bukan merupakan kebiasaan yang ada pada diri sendiri akan menjadi beban yang berat. Oleh karena itu, langkah awal yang seharusnya dilakukan adalah menanamkan kebiasaan baik sejak dini. Pendidikan karakter dan budi pekerti sebenarnya telah ada sejak dulu dalam sistem pendidikan di Indonesia. Hanya saja, Indonesia terus-menerus menguatkan teori tanpa adanya praktek. Mengintip sistem pendidikan di Negri Sakura, anak usia SD kelas 1 hingga 3 tak dibebani dengan pelajaran dan tas yang berat berisi bermacam-macam buku teks, tetapi mereka di bentuk kebiasaan, kepribadian, dan moralnya. Menjaga kebersihan kelas dan sekolah mereka sendiri, dengan usaha dari pendidik agar siswa mereka menanamkan pada otak dan hati mereka bahwa kelas dan sekolah tersebut adalah milik mereka. Barang kepunyaan sendiri sudah semestinya untuk kita jaga kondisi dan kebersihannya. Seperti itulah pemikir-pemikir Jepang menanamkan kebiasaan baik pada anak. Dari kelas 1 SD hingga 3 SD bukan waktu yang singkat memang. Namun berkat itulah kebiasaan baik membuang sampah pada tempatnya dan menjaga kebersihan mampu mendarah daging pada semua warga negara Jepang. Selain itu, guru dalam jenjang pendidikan ini bukan hanya bertindak sebagai orang yang menyuruh siswanya membersihkan dan menjaga kebersihan kelas serta sekolahnya. Guru juga berperan sebagai tauladan atau panutan. Dengan kata lain, guru ikut melakukan hal-hal yang siswa-siswanya lakukan. Atau dapat kita katakan guru yang pertama akan melakukan disusul siswa-siswanya yang tentu disertai ajakan sang guru agar siswa-siswa berminat untuk ikut serta. Selain itu, ajakan merupakan hal yang sangat mudah dipahami ketika kita diharuskan memasuki dunia peserta didik agar peserta didik tersebut mudah kita bawa ke dunia pendidik.
Tak hanya anak-anak, orang dewasa pun enggan membuang sampah sembarangan ataupun melanggar rambu lalu lintas di jalan bukan karena orang lain atau polisi melihat mereka. Alasan satu-satunya hanyalah anak-anak. Orang dewasa enggan melakukannya karena anak-anak akan melihat mereka. Bagi negara yang warganya menganggap pendidikan anak sangatlah penting, mudah saja mencari alasan mengapa mereka menghindari kebiasaan buruk sebisa mungkin. Karena negara pulalah mereka enggan melakukannya. Karena saat anak-anak melihat orang dewasa membuang sampah sembarangan, anak-anak akan mencontohnya dan akan menumbuhkan kebiasaan buruk dibenak mereka. Anak yang tumbuh dengan kebiasaan buruk adalah cerminan negara mereka di masa depan. Mudah mungkin sepertinya untuk diterapkan pada anak-anak karena akan sulit mengubah sifat dan kebiasaan pada orang dewasa yang sudah bertahun-tahun hidup dengan kebiasaan yang entah baik atau tidak. Namun dengan adanya penyadaran dari orang lain, setidaknya akan timbul niat kita untuk membuang kebiasaan buruk dan mencoba melatih kebiasaan baik.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Individualisme seakan mulai merebak dimasyarakat. Hanya memikirkan kepentingan diri sendiri dan tak pernah sesekali melihat lingkungannya. Tak pernah memperdulikan anak-anak dan masa depan bangsa. Tak pernah mau menyadari bahwa masa depan bangsa berada di tangan diri kita sendiri. Masyarakat Indonesia tidak akan memikirkan bagaimana pandangan dan pendapat anak-anak saat melihat mereka membuang sampah sembarangan ataupun merusak lingkungan. Masyarakat Indonesia tak pernah memikirkan hal sekecil itu. Hal kecil yang dapat berdampak besar pada masa depan Bangsa Indonesia.
Sifat individualisme masyarakat Indonesia tak lepas dari sifat konsumtif yang sudah berlebih. Masyarakat Indonesia sudah dimanjakan dengan segala fasilitas yang ada yang didatangkan dari luar negri. Konsumtif yang berujung pemborosan, mengkonsumsi produk luar negri tanpa mau melirik sedikit pun produk dalam negri juga produk-produk anak bangsa sendiri, akan menjadi penghancur masa depan bangsa jika tidak ada kesadaran diri. Mungkin masyarakat kalangan atas berpikir bahwa kepandaian dan kesuksesan mereka layak dihargai dengan produk-produk branded tersebut. Namun tidak adanya kesadaran diri mereka bahwa mereka sedang di jajah bangsa asing sedikit demi sedikit adalah kebodohan yang paling fatal. Sesuatu yang berlebihan memang selalu berdampak negatif. Begitupun dengan sifat konsumtif masyarakat Indonesia yang menimbulkan individualisme yang pada akhirnya tak ada satupun masyarakat Indonesia yang sadar bahwa masa depan bangsanya berada ditangannya sendiri. Tak akan pernah timbul kesadaran bahwa lingkungan membutuhkan perhatian semua lapisan masyarakat agar lingkungan tak enggan dengan masyarakat Indonesia dan akan terus memberikan tempat aman, rasa nyaman untuk kita tinggali.
Dalam pengelolaan sampah pun sebenarnya pengetahuan masyarakat masih kurang. Sejak dulu penggolongan sampah agar mudah di olah tak diterapkan dan kebanyakan masyarakat tak peduli dengan penggolongan dan pengolahan sampah. Padahal banyak negara telah menerapkan sistem tersebut secara menyeluruh dan yang menjadi pembeda dengan Indonesia, sistem tersebut berjalan karena adanya pengetahuan masyarakat tentang penggolongan sampah, seperti sampah organic, nonorganic, basah maupun kering.
Pengetahuan memang hal yang berharga tapi tanpa adanya penerapan semua pengetahuan di dunia ini akan sia-sia. Ilmu pengetahuan tidak hanya sebatas hal yang perlu diingat, dimengerti tetapi juga harus diterapkan dan dimanfaatkan untuk membuat hidup manusia lebih baik. Begitupun dengan masyarakat Indonesia. Tidak hanya sebagai bahan ajar, ilmu pengetahuan sekecil apapun itu harus diterapkan karena tidak ada ilmu pengetahuan yang tidak bermanfaat untuk manusia. Begitu juga dengan ilmu dalam mendidik, membentuk pribadi yang baik pada anak, dan mendarahdagingkan kebiasaan baik pada anak, kebiasaan menjaga kebersihan lingkungan pada khususnya.
Pintar tanpa adanya kebiasaan, kepribadian dan moral yang baik adalah hal yang sia-sia. Tak peduli seberapa bodoh dalam pelajaran, asalkan kita memiliki kebiasaan baik, pribadi yang baik, sikap dan moral yang baik pula. Dengan kebiasaan baik, kita akan menjadi manusia yang lebih bermanfaat di masyarakat juga demi lingkungan.
Membuang sampah pada tempatnya serta menjaga kebersihan lingkungan memang terdengar mudah. Namun jika itu bukan merupakan kebiasaan yang ada pada diri sendiri akan menjadi beban yang berat. Oleh karena itu, langkah awal yang seharusnya dilakukan adalah menanamkan kebiasaan baik sejak dini. Pendidikan karakter dan budi pekerti sebenarnya telah ada sejak dulu dalam sistem pendidikan di Indonesia. Hanya saja, Indonesia terus-menerus menguatkan teori tanpa adanya praktek. Mengintip sistem pendidikan di Negri Sakura, anak usia SD kelas 1 hingga 3 tak dibebani dengan pelajaran dan tas yang berat berisi bermacam-macam buku teks, tetapi mereka di bentuk kebiasaan, kepribadian, dan moralnya. Menjaga kebersihan kelas dan sekolah mereka sendiri, dengan usaha dari pendidik agar siswa mereka menanamkan pada otak dan hati mereka bahwa kelas dan sekolah tersebut adalah milik mereka. Barang kepunyaan sendiri sudah semestinya untuk kita jaga kondisi dan kebersihannya. Seperti itulah pemikir-pemikir Jepang menanamkan kebiasaan baik pada anak. Dari kelas 1 SD hingga 3 SD bukan waktu yang singkat memang. Namun berkat itulah kebiasaan baik membuang sampah pada tempatnya dan menjaga kebersihan mampu mendarah daging pada semua warga negara Jepang. Selain itu, guru dalam jenjang pendidikan ini bukan hanya bertindak sebagai orang yang menyuruh siswanya membersihkan dan menjaga kebersihan kelas serta sekolahnya. Guru juga berperan sebagai tauladan atau panutan. Dengan kata lain, guru ikut melakukan hal-hal yang siswa-siswanya lakukan. Atau dapat kita katakan guru yang pertama akan melakukan disusul siswa-siswanya yang tentu disertai ajakan sang guru agar siswa-siswa berminat untuk ikut serta. Selain itu, ajakan merupakan hal yang sangat mudah dipahami ketika kita diharuskan memasuki dunia peserta didik agar peserta didik tersebut mudah kita bawa ke dunia pendidik.
Tak hanya anak-anak, orang dewasa pun enggan membuang sampah sembarangan ataupun melanggar rambu lalu lintas di jalan bukan karena orang lain atau polisi melihat mereka. Alasan satu-satunya hanyalah anak-anak. Orang dewasa enggan melakukannya karena anak-anak akan melihat mereka. Bagi negara yang warganya menganggap pendidikan anak sangatlah penting, mudah saja mencari alasan mengapa mereka menghindari kebiasaan buruk sebisa mungkin. Karena negara pulalah mereka enggan melakukannya. Karena saat anak-anak melihat orang dewasa membuang sampah sembarangan, anak-anak akan mencontohnya dan akan menumbuhkan kebiasaan buruk dibenak mereka. Anak yang tumbuh dengan kebiasaan buruk adalah cerminan negara mereka di masa depan. Mudah mungkin sepertinya untuk diterapkan pada anak-anak karena akan sulit mengubah sifat dan kebiasaan pada orang dewasa yang sudah bertahun-tahun hidup dengan kebiasaan yang entah baik atau tidak. Namun dengan adanya penyadaran dari orang lain, setidaknya akan timbul niat kita untuk membuang kebiasaan buruk dan mencoba melatih kebiasaan baik.
Lalu bagaimana dengan Indonesia? Individualisme seakan mulai merebak dimasyarakat. Hanya memikirkan kepentingan diri sendiri dan tak pernah sesekali melihat lingkungannya. Tak pernah memperdulikan anak-anak dan masa depan bangsa. Tak pernah mau menyadari bahwa masa depan bangsa berada di tangan diri kita sendiri. Masyarakat Indonesia tidak akan memikirkan bagaimana pandangan dan pendapat anak-anak saat melihat mereka membuang sampah sembarangan ataupun merusak lingkungan. Masyarakat Indonesia tak pernah memikirkan hal sekecil itu. Hal kecil yang dapat berdampak besar pada masa depan Bangsa Indonesia.
Sifat individualisme masyarakat Indonesia tak lepas dari sifat konsumtif yang sudah berlebih. Masyarakat Indonesia sudah dimanjakan dengan segala fasilitas yang ada yang didatangkan dari luar negri. Konsumtif yang berujung pemborosan, mengkonsumsi produk luar negri tanpa mau melirik sedikit pun produk dalam negri juga produk-produk anak bangsa sendiri, akan menjadi penghancur masa depan bangsa jika tidak ada kesadaran diri. Mungkin masyarakat kalangan atas berpikir bahwa kepandaian dan kesuksesan mereka layak dihargai dengan produk-produk branded tersebut. Namun tidak adanya kesadaran diri mereka bahwa mereka sedang di jajah bangsa asing sedikit demi sedikit adalah kebodohan yang paling fatal. Sesuatu yang berlebihan memang selalu berdampak negatif. Begitupun dengan sifat konsumtif masyarakat Indonesia yang menimbulkan individualisme yang pada akhirnya tak ada satupun masyarakat Indonesia yang sadar bahwa masa depan bangsanya berada ditangannya sendiri. Tak akan pernah timbul kesadaran bahwa lingkungan membutuhkan perhatian semua lapisan masyarakat agar lingkungan tak enggan dengan masyarakat Indonesia dan akan terus memberikan tempat aman, rasa nyaman untuk kita tinggali.
Dalam pengelolaan sampah pun sebenarnya pengetahuan masyarakat masih kurang. Sejak dulu penggolongan sampah agar mudah di olah tak diterapkan dan kebanyakan masyarakat tak peduli dengan penggolongan dan pengolahan sampah. Padahal banyak negara telah menerapkan sistem tersebut secara menyeluruh dan yang menjadi pembeda dengan Indonesia, sistem tersebut berjalan karena adanya pengetahuan masyarakat tentang penggolongan sampah, seperti sampah organic, nonorganic, basah maupun kering.
Pengetahuan memang hal yang berharga tapi tanpa adanya penerapan semua pengetahuan di dunia ini akan sia-sia. Ilmu pengetahuan tidak hanya sebatas hal yang perlu diingat, dimengerti tetapi juga harus diterapkan dan dimanfaatkan untuk membuat hidup manusia lebih baik. Begitupun dengan masyarakat Indonesia. Tidak hanya sebagai bahan ajar, ilmu pengetahuan sekecil apapun itu harus diterapkan karena tidak ada ilmu pengetahuan yang tidak bermanfaat untuk manusia. Begitu juga dengan ilmu dalam mendidik, membentuk pribadi yang baik pada anak, dan mendarahdagingkan kebiasaan baik pada anak, kebiasaan menjaga kebersihan lingkungan pada khususnya.
Pintar tanpa adanya kebiasaan, kepribadian dan moral yang baik adalah hal yang sia-sia. Tak peduli seberapa bodoh dalam pelajaran, asalkan kita memiliki kebiasaan baik, pribadi yang baik, sikap dan moral yang baik pula. Dengan kebiasaan baik, kita akan menjadi manusia yang lebih bermanfaat di masyarakat juga demi lingkungan.